Saturday, September 24, 2016

HARI AGRARIA (1)



HARI AGRARIA (1).
Image result for tanah sawah
Hari ini 24 september lima puluh enam tahun yang lalu, telah dilahirkan undang undang pokok agraria, yang kemudian dikenal sebagai hari ulang tahun kementerian agraria sekarang ini. Selama lima puluh enam tahun berlakunya UUPA, pasang surut langkah kementrian Agraria menyertai pendewasaan diri republik ini.
Faktor tanah sebagai modal dasar menjadi semakin perlu untuk ditata sedini mungkin namun belum ketemu sistem yang memenuhi kebutuhan akan tanah, baik oleh masyarakat luas maupun oleh negara. Negara seakan akan membiarkan kepemilikan tanah pada segolongan masyarakat mampu disatu sisi dan membiarkan pula segolongan lainnya merasa kesulitan untuk memiliki tanah. Disisi lain juga banyak pembangunan yang terkendala karena rumitnya negosiasi dengan masyarakat pemilik tanah.
Dimana benang merah masalah tanah ini, disatu sisi demikian mudah masyarakat berduwit memiliki tanah, dipihak lain masyarakat miskin kesulitan mendapatkan tanah, termasuk pemerintah dalam pengadaan tanah.
Pemerintah masih disibukkan dengan kegiatan pensertipikatan tanah, yang merupakan legalisasi kepemilikan tanah. Jadi merupakan bentuk kegiatan formalitas, berupa pemberian tanda bukti hak yang kuat atas tanah, walupun tanpa tanda bukti sertipikat tanah, umumnya kepemilikan tanah sudah legal melalui surat surat dasar atau alas hak. Kecuali tanah tanah yang berpotensi masalah atau sengketa.
Justru tugas utama BPN menurut hemat saya adalah menyediakan dan menyeimbangkan kepemilikan tanah kepada masyarakat luas, melalui penguasaan tanah yang melampaui batas, meredistribusi tanah yang melanggar ketentuan pemerintah, menyediakan tanah untuk pembangunan jangka panjang, termasuk penyediaan tanah untuk anak cucu kita.
Seyogyanya kegiatan pensertipikatan tanah dilakukan dengan apa yang sering disebut dengan siklus agraria, namun dalam prakteknya, siklus agraria ini belum menuju kepada penegakan hukum pertanahan, sehingga konsentrasi kepemilikan tanah berada pada masyarakat kaya, dan sering dijadikan tempat pencucian uang para koruptor.
Luasnya republik ini, menjadi celah yang mudah untuk menimbun tanah, terutama oleh orang orang jakarta, sehingga tidak heran banyak tanah diluar jakarta dimiliki oleh orang jakarta, demikian pula tanah tanah didaerah, juga banyak dimiliki oleh orang orang propinsi dsb.
Bagaimana langkah kedepan seiring berjalannya waktu dan semakin tuanya umur UUPA, terutama terkait dengan zaman internet sekarang ini?. Menurut hemat saya adalah :
1.   Produk hukum pertanahan perlu direformasi kembali, terutama terkait  luas tanah pertanian dan tanah bangunan yang boleh dimiliki masyarakat. Luas tanah pertanian yang dulu dikaitkan dengan kepadatan penduduk, saya kira sudah tidak relevan apabila minimal ditetapkan 2 hektar. Dalam kenyataannya kepemilikan tanah pertanian rata rata sangat kecil mungkin sekitar 0,3 hektar. Maka luas minimal dua hektar perlu diperkecil, karena penegakan hukumnya juga tidak berjalan. Demikian pula luas tanah bangunan, kalau perumahan daerah transmigrasi adalah 0,25 hektar untuk perumahan, maka tentunya seluas itulah kepemilikan maksimal tanah bangunan. Namun yang penting adalah kembali kepada penegakan hukumnya.
2.   Perlunya membuat daftar tanah nasional secara on line, agar konsentrasi kepemilikan tanah bisa dilihat masyarakat luas serta memudahkan langkah pemerintah untuk melakukan penegakan hukum (kalau berani) terhadap pemilik tanah tanah luas, antara lain para pejabat negara. Saya kira data E-KTP dan peta dari PBB dan peta mbah google bisa digabung menjadi basis data untuk kepemilikan tanah nasional.
3.   Penggunaan tanah agar memanfaatkan daerah cekungan yang sering dilanda banjir sebagai daerah resapan air untuk kemudian dibuat danau danau penampung air. Penggunaan tanah sesuai dengan peruntukannya sebaiknya diterapkan dengan benar mengakomodasi kebutuhan masyarakat, seperti untuk ternak, kebun, rumah dsb.
4.   Selama penegakan hukum pertanahan lemah, maka akan menjadi tempat menyimpan harta paling aman dan investasi yang menguntungkan, karena pembangunan semakin meningkat, harga tanah semakin mahal, tanah dibiarkan pun tidak dikenai sangsi yang tegas.
5.   Pengendalian harga tanah masih sangat lemah, bahkan para notaris/ppat pun cenderung membantu para pihak yang bertransaksi untuk menuliskan harga yang sebenarnya. Mungkin para kepala kantor pertanahan bisa merapkan zone zone harga tanah sebagaimana PBB dalam menetapkan pajak PBB nya, tetapi dengan nilai bebas pajak yang longgar, semestinya dibawah 300 juta tidak kena pajak/BPHTB. Bahkan DKI pernah didengungkan dibawah 2 Milyard bebas BPHTB.
Urusan pertanahan memang kompleks dan akan semakin kompleks seiring dengan laju pembangunan dan laju kepadatan penduduk, serta laju kesejahteraan yang makin meningkat. Maka kalau tanah tidak dikendalikan penguasan dan kepemilikannya, dengan penegakan hukum yang tegas, pemerataan akan semakin sulit terwujud. Selamat ulang tahun bro.....

No comments:

Post a Comment