HARI AGRARIA (1).
Hari ini 24 september lima puluh enam tahun yang lalu, telah
dilahirkan undang undang pokok agraria, yang kemudian dikenal sebagai hari
ulang tahun kementerian agraria sekarang ini. Selama lima puluh enam tahun
berlakunya UUPA, pasang surut langkah kementrian Agraria menyertai pendewasaan
diri republik ini.
Faktor tanah sebagai modal dasar menjadi semakin perlu untuk
ditata sedini mungkin namun belum ketemu sistem yang memenuhi kebutuhan akan
tanah, baik oleh masyarakat luas maupun oleh negara. Negara seakan akan
membiarkan kepemilikan tanah pada segolongan masyarakat mampu disatu sisi dan
membiarkan pula segolongan lainnya merasa kesulitan untuk memiliki tanah. Disisi
lain juga banyak pembangunan yang terkendala karena rumitnya negosiasi dengan masyarakat pemilik tanah.
Dimana benang merah masalah tanah ini, disatu sisi demikian
mudah masyarakat berduwit memiliki tanah, dipihak lain masyarakat miskin kesulitan
mendapatkan tanah, termasuk pemerintah dalam pengadaan tanah.
Pemerintah masih disibukkan dengan kegiatan pensertipikatan
tanah, yang merupakan legalisasi kepemilikan tanah. Jadi merupakan bentuk
kegiatan formalitas, berupa pemberian tanda bukti hak yang kuat atas tanah,
walupun tanpa tanda bukti sertipikat tanah, umumnya kepemilikan tanah sudah
legal melalui surat surat dasar atau alas hak. Kecuali tanah tanah yang
berpotensi masalah atau sengketa.
Justru tugas utama BPN menurut hemat saya adalah menyediakan
dan menyeimbangkan kepemilikan tanah kepada masyarakat luas, melalui penguasaan
tanah yang melampaui batas, meredistribusi tanah yang melanggar ketentuan
pemerintah, menyediakan tanah untuk pembangunan jangka panjang, termasuk
penyediaan tanah untuk anak cucu kita.
Seyogyanya kegiatan pensertipikatan tanah dilakukan dengan
apa yang sering disebut dengan siklus agraria, namun dalam prakteknya, siklus
agraria ini belum menuju kepada penegakan hukum pertanahan, sehingga
konsentrasi kepemilikan tanah berada pada masyarakat kaya, dan sering dijadikan
tempat pencucian uang para koruptor.
Luasnya republik ini, menjadi celah yang mudah untuk menimbun
tanah, terutama oleh orang orang jakarta, sehingga tidak heran banyak tanah
diluar jakarta dimiliki oleh orang jakarta, demikian pula tanah tanah didaerah,
juga banyak dimiliki oleh orang orang propinsi dsb.
Bagaimana langkah kedepan seiring berjalannya waktu dan
semakin tuanya umur UUPA, terutama terkait dengan zaman internet sekarang ini?.
Menurut hemat saya adalah :
1.
Produk
hukum pertanahan perlu direformasi kembali, terutama terkait luas tanah pertanian dan tanah bangunan yang
boleh dimiliki masyarakat. Luas tanah pertanian yang dulu dikaitkan dengan
kepadatan penduduk, saya kira sudah tidak relevan apabila minimal ditetapkan 2
hektar. Dalam kenyataannya kepemilikan tanah pertanian rata rata sangat kecil
mungkin sekitar 0,3 hektar. Maka luas minimal dua hektar perlu diperkecil, karena
penegakan hukumnya juga tidak berjalan. Demikian pula luas tanah bangunan,
kalau perumahan daerah transmigrasi adalah 0,25 hektar untuk perumahan, maka
tentunya seluas itulah kepemilikan maksimal tanah bangunan. Namun yang penting
adalah kembali kepada penegakan hukumnya.
2.
Perlunya
membuat daftar tanah nasional secara on line, agar konsentrasi kepemilikan
tanah bisa dilihat masyarakat luas serta memudahkan langkah pemerintah untuk
melakukan penegakan hukum (kalau berani) terhadap pemilik tanah tanah luas,
antara lain para pejabat negara. Saya kira data E-KTP dan peta dari PBB dan peta
mbah google bisa digabung menjadi basis data untuk kepemilikan tanah nasional.
3.
Penggunaan
tanah agar memanfaatkan daerah cekungan yang sering dilanda banjir sebagai
daerah resapan air untuk kemudian dibuat danau danau penampung air. Penggunaan tanah
sesuai dengan peruntukannya sebaiknya diterapkan dengan benar mengakomodasi
kebutuhan masyarakat, seperti untuk ternak, kebun, rumah dsb.
4.
Selama
penegakan hukum pertanahan lemah, maka akan menjadi tempat menyimpan harta paling
aman dan investasi yang menguntungkan, karena pembangunan semakin meningkat,
harga tanah semakin mahal, tanah dibiarkan pun tidak dikenai sangsi yang tegas.
5.
Pengendalian
harga tanah masih sangat lemah, bahkan para notaris/ppat pun cenderung membantu
para pihak yang bertransaksi untuk menuliskan harga yang sebenarnya. Mungkin para
kepala kantor pertanahan bisa merapkan zone zone harga tanah sebagaimana PBB
dalam menetapkan pajak PBB nya, tetapi dengan nilai bebas pajak yang longgar,
semestinya dibawah 300 juta tidak kena pajak/BPHTB. Bahkan DKI pernah
didengungkan dibawah 2 Milyard bebas BPHTB.
Urusan pertanahan memang kompleks dan akan semakin kompleks
seiring dengan laju pembangunan dan laju kepadatan penduduk, serta laju kesejahteraan
yang makin meningkat. Maka kalau tanah tidak dikendalikan penguasan dan
kepemilikannya, dengan penegakan hukum yang tegas, pemerataan akan semakin
sulit terwujud. Selamat ulang tahun bro.....
No comments:
Post a Comment