PASCA PUTUSAN SELA KASUS PENISTAAN AGAMA.
Sidang kasus penistaan agama
telah mendengarkan putusan sela majelis hakim, yang memutuskan untuk
melanjutkan kembali sidang penistaan agama, terhadap calon petahana Gubernur
DKI jakarta. Dengan putusan sela ini pengadilan memasuki babak baru, yang akan
mendengarkan saksi saksi, baik dari pihak yang memberatkan maupun yang
meringankan terdakwa. Sidang yang selalu diramaikan dengan unjuk rasa, terutama
dari pihak yang menuduh adanya penistaan agama maupun pihak yang mendukung
terdakwa,semua berjalan tertib dengan kawalan ribuan anggota polisi di tempat
sidang.
Dengan eksepsi terdakwa yang
ditolak hakim, maka sementara, hakim
sependapat dengan jaksa, yang artinya pembuktian
melalui saksi saksi akan berlanjut, demikian pula nantinya pemutaran alat
bukti akan mewarnai sidang sidang
berikutnya.
Dari awal penyidikan, sewaktu
dilakukan penyidikan secara terbuka terbatas, telah diungkap sendiri oleh pihak
berwenang, bahwa ada perbedaan pendapat yang tajam, diantara penyidik maupun pihak pihak yang diundang dalam gelar
perkara yang dilakukan polisi. Hal ini menunjukkan adanya kontroversi diantara
para penyidik sendiri, kiranya hal ini patut menjadi catatan tersendiri oleh
majelis hakim.
Umumnya putusan sela memang selalu
menolak eksepsi terdakwa. Sangat jarang hakim menerima eksepsi terdakwa yang kemudian
menolak tuntutan jaksa. Pada akhirnya putusan bersalah atau tidak ditentukan
oleh majelis hakim. Dalam kasus penistaan agama ini, walaupun sudah diungkap bahwa
hakim tidak terpengaruh oleh tekanan massa, namun sedikit banyak pengaruh massa
tetap ada, apalagi massa agama mayoritas di Indonesia, demikian pula agama yang
dianut para hakim yang muslim, rasa bersalah apabila tidak seaspirasi dengan
tuntutan jaksa maupun massa penolak penista agama. Masalah agama memang ama t
rentan dengan perpecahan dan konflik horisontal.
Berkaca dari azas
hukum,membebaskan orang bersalah akan lebih baik daripada menghukum orang tidak
bersalah, saya kira lebih baik diterapkan dalam kasus ini. Pengertian membebaskan
adalah tidak menghukum fisik terdakwa dengan masuk penjara, karena akan melukai
perasaan segolongan orang lainnya yang
sama, yang kebetulan minoritas. Luka perasaan akan tidak mudah hilang, dan akan
selalu menjadi hambatan psikologis selamanya.
Menurut saya, jika memang
dinyatakan bersalah, sebaiknya dihukum dengan percobaan dengan masa yang pendek
sebagai bentuk efek jera yang bersangkutan agar tidak mengulangi perbuatannya. Pertimbangan
saya adalah :
1. Agar
kesan politisasi tidak terjadi dalam kasus ini, dan tetap melindungi minoritas didalam NKRI. Kesan politisasi amat
kuat dirasakan karena bersamaan dengan waktu pilkada di ibukota, disamping ketidaksukaan pihak pihak tertentu kepada
terdakwa yang dinilai arogan dan tidak beretika dalam berbicara. Namun menurut
saya sikap kepemimpinan terdakwa memang cocok untuk jakarta saat ini yang serba
heterogeen masyarakatnya. Solusi solusi penggusuran juga dengan relokasi rumah
susun yang lebih baik dan lebih sehat. Banjir cepat surut lalu lintas semakin
lancar dsb. bahwa tindakan pemvrov DKI yang membangun masjid2, memberangkatkan
umroh para penjaga masjid serta pendidikan anak anak muslim, bukan semata mata
karena institusi pemvrop, tetapi juga karena pemimpinnya. Tidak mungkin membangun dengan kantong pribadi
pemimpinnya. Hal ini bisa dilihat dari kepemimpinan gubernur2 sebelumnya yang tidak
terdengar secara jelas, termasuk renovasi masjid balaikota yang didepan hidung
gubernurnya.
2. Kinerja
terdakwa sebagai pemimpin saat ini, nyata dirasakan masyarakat luas, termasuk mereka
yang berdomisili disekitar jakarta, yang dilayaninya juga sebagian besar adalah
masyarakat muslim juga. Bahkan tempat tempat maksiat juga diberangus,
pembangunan demikian merata termasuk pembangunan agama masyarakat muslim itu
sendiri.
3. Masyarakat
muslim Indonesia pada dasarnya adalah pemaaf. Sifat pemaaf ini sudah sesuai
dengan ajaran agamanya. Terdakwa juga jauh hari telah meminta maaf,walaupun
belum menjadi tersangka pada saat itu. Pemicu kemarahan masyarakat luas karena
video yang diunggah ke medsos, sudah di edit. Jadi kalau boleh saya katakan ybs
seperti menjadi korban tindakan orang lain.
4. Kita
tidak tahu dampak negatip yang akan timbul apabila ekses permainan politik ini tidak
memuaskan semua pihak. Walaupun diluar baik baik saja, mungkin didalam sudah
koyak koyak, sehingga mudah dipicu oleh orang yang memanfaatkan situasi ini. Menghukum
seorang Ahok memang menjadi dilema saat ini. Maksud orang sebenarnya menurut
saya tidak menginginkan hukuman terhadap terdakwa, tetapi lengsernya terdakwa
dari kursi DKI 1 itulah tujuannya. Jadi ibaratnya politik yang dikemas dalam sarung hukum.
5. Walaupun
saya berasumsi, kalaupun dinyatakan bersalah terdakwa akan dihukum percobaan,
dengan catatan ybs juga copot dari DKI 1, ini saya kira sudah memenuhi
keinginan sebagian masyarakat muslim. Sehingga
wakilnya akan naik menjadi DKI 1. Ibaratnya pada ikut rebutan balung yang dapat dagingnya malah yang tidak ikutan.
Kita nantikan saja keputusan pengadilan
yang sesungguhnya nantinya, karena saat ini hanyalah putusan sela saja. Demikian
bro analisa pinggir jalan, murni tidak memihak siapapun......
No comments:
Post a Comment