Monday, April 18, 2016

HUKUMAN YANG ADIL



HUKUMAN YANG ADIL.
SEPERTI APA??.

Mari kita baca para tokoh anti korupsi  bicara, yang saya kutip dari kompas.com sbb :
1.       Data kita, DPRD yang kena itu sudah 3.600-an. Waduh berarti 1 tahun 300 tuh dengan jumlah kabupaten dan kota yang sama. Artinya yang paling korup DPRD-nya dong?" kata Bambang dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (25/9/2014) malam.
2.       Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis data jumlah kasus dan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam kurun tiga tahun terakhir. Dari total 756 orang, ternyata terdakwa dengan latar belakang anggota DPR/DPRD paling banyak yang terseret kasus korupsi."Aktornya banyak anggota DPR atau DPRD," kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Emerson Yuntho di kantornya, Jakarta Selatan, Ahad (28/7). 
3.       Tercatat selama semester II 2010 hingga semester II 2013 ada 181 anggota legislatif yang terjerat kasus korupsi. Setelah anggota DPR/DPRD, 161 terdakwa korupsi mempunyai latar belakang pegawai dinas atau pemerintah provinsi
4.      Selama tengah tahun pertama 2015, ICW memantau 308 kasus dengan 590 orang tersangka. Total potensi kerugian negara dari kasus-kasus ini mencapai 1,2 triliun rupiah dan potensi suap sebesar 457,3 miliar rupiah. Kasus-kasus tersebut paling banyak ditangani oleh Kejaksaan sebanyak 211 kasus (potensi kerugian negara 815 miliar rupiah dan potensi suap 550 juta rupiah). Disusul Kepolisian yang menangani 86 kasus dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 310 miliar serta nilai suap sebesar Rp 72 juta). Terakhir, KPK menangani 11 kasus (potensi kerugian negara 106 miliar rupiah dan potensi suap 395 miliar rupiah).
5.      Dugaan korupsi pengadaan simulator berkendara di Korps Lalu Lintas Polri tersebut adalah penegak hukum dengan pangkat dan jabatan tinggi. Selain itu, perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian negara Rp 121 miliar dari proyek senilai Rp 196,8 miliar. Hukuman 10 tahun penjara dinilai terlalu ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa selama 18 tahun penjara.
6.      Sebelumnya, majelis peninjauan kembali (PK) membebaskan Sudjiono Timan dengan membatalkan putusan kasasi yang menghukum bekas Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia itu 15 tahun penjara karena dinilai terbukti korupsi. Putusan majelis PK dipertanyakan karena memutus perkara pemohon yang dalam status buron.
7.      Sebagian besar vonis kasus korupsi selama ini pun belum memenuhi rasa keadilan masyarakat karena terlalu ringan. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada awal tahun ini, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta saja, dari 240 terdakwa yang diadili sejak 2005 hingga 2009, vonis yang dijatuhkan ringan, yaitu rata-rata hanya 3 tahun 6 bulan. (Kompas, 19/1).
8.      Bahkan, diskusi grup terfokus yang dilakukan beberapa kali oleh KPK, kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja di Jakarta, Sabtu (7/9), menyimpulkan bahwa ada kecenderungan semakin besar uang yang dikorupsi, hukuman terhadap koruptornya semakin ringan. Hal ini berbanding terbalik dengan prinsip tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman minimum sampai maksimum.
9.      ”Tanpa mengurangi rasa hormat kami terhadap kemandirian hakim, seyogianya hakim membuka diri terhadap pandangan berbagai kalangan masyarakat, khususnya yang memiliki argumen yang dapat dipertanggungjawabkan,” kata Adnan tentang hasil diskusi tersebut.
10.  Menurut wakil ketua KPK lainnya, Bambang Widjojanto, dampak korupsi yang mengakibatkan kerugian besar tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga sosial belum dipahami, terutama oleh hakim, meskipun mereka adalah hakim pengadilan tindak pidana korupsi.”Akibat dari kejahatan (korupsi) tidak dilihat secara dalam, dan dampak tindak pidana korupsi tidak dipahami secara utuh. Padahal, kejahatan korupsi bila dilihat dampaknya akan sangat besar nilai kerugiannya,” katanya.
11.  Dalam situs acch.kpk.go.id disebutkan bahwa merugikan keuangan negara merupakan tindak pidana yang memberikan dampak terbesar bagi negara. Badan Pemeriksa Keuangan pernah melansir bahwa ditemukan sedikitnya 191.575 kasus penyimpangan keuangan negara dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 103,19 triliun. Karena itu, secara teoretis, korupsi berpotensi mengurangi kesejahteraan rakyat karena besarnya inefisiensi akibat salah alokasi sumber daya.
Hakim, menurut Bambang, terkadang belum sepenuhnya memahami filosofi dasar tujuan pemidanaan secara utuh.
”Misalnya korupsi di sektor sumber daya alam, bukan hanya sekadar penyuapan saja, tetapi sumber daya alam yang hilang bisa secara riil dirumuskan sehingga koruptor seharusnya menanggung kerugiannya,” kata Bambang.
12.  Hal senada dikatakan Koordinator Badan Pekerja ICW Danang Widoyoko di Jakarta, kemarin. Ia menilai rendahnya putusan hakim terhadap terdakwa perkara korupsi menunjukkan kesadaran hakim, bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa dan dapat menghancurkan kehidupan berbangsa, masih rendah pula. Hal itu dapat terjadi karena para hakim juga ”dibesarkan” atau ”dibentuk” di lingkungan peradilan yang banyak terjadi praktik korupsi sehingga cenderung permisif terhadap praktik korupsi.
13.  Pandu mengatakan, seharusnya hakim berpikir bahwa putusannya akan membawa efek jera terhadap tindak pidana korupsi. ”Putusan hakim yang tidak membawa efek jera memiliki andil menjerumuskan bangsa Indonesia dalam kegelapan,” katanya.
14.  Pemidanaan terhadap penegak hukum yang melakukan tindak pidana korupsi, kata pengajar Ilmu Hukum Pidana Universitas Indonesia, Ganjar Laksmana, semestinya maksimal dan lebih berat ketimbang terhadap pelaku biasa yang bukan penegak hukum supaya ada fungsi prevensi. ”Seorang yang dilatih melawan penjahat, ketika menjadi penjahat, akan menjadi penjahat paling jahat,” ujarnya.
Dari beberapa komentar tersebut diatas ternyata korupsi, benar benar mengerikan akibatnya bagi rakyat Indonesia, sebagaimana kesimpulan dibawah ini :
1.      Aktor korupsi paling banyak anggota DPR dan DPRD, diikuti pegawai dinas dan pemerintah provinsi.
2.      Selama semester pertama 2015, potensi kerugiangara 1,2 Trlyun dan suap 457,3 Milyard.
3.      Korupsi yang dilakukan pejabat tinggi penegak hukum, divonis ringan, seharusnya dihukum lebih berat dibanding pelaku biasa.seorang yang dilatih melawan penjahat, ketika menjadi penjahat, maka dia akan menjadi penjahat yang paling jahat.
4.      Rata rata vonis kasus korupsi hanya 3 tahun 6 bulan, masih belum memenuhi rasa keadilan masyarakat.
5.      Ada kecenderungan semakin besar korupsinya, hukuman semakin ringan, hal ini berbanding terbalik dengan prinsip tindak pidana korupsi.
6.      Dampak sosial tindak pidana korupsi belum dipahami hakim; .hakim belum memahami filosofi pemidanaan secara utuh; .kesadaran hakim masih rendah, karena para hakim dibesarkan dari ruang lingkup peradilan yang juga korup; .putusan hakim yang tidak membawa efek jera, turut andil menjerumuskan bangsa dalam kegelapan..
7.      Korupsi bukan hanya berpotensi, tetapi memang mengurangi kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itu, hukuman korupsi semestinya dengan menggunakan rumusan yang adil, sehingga tidak ada yang disalahkan.  Hakim hanyalah sebatas menetapkan bahwa terdakwa sah dan meyakinkan melakukan tindakan korupsi, dengan bukti bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. Rumus hukuman itu adalah, dengan memperhitungkan nilai kerugian negara dibandingkan dengan upah minimum kabupaten/kota atau propinsi, dikurangi remisi yang akan diperolehnya, dikurangi penghargaan yang telah diperoleh dari negara/piagam/medali dsb dikurangi pengabdiannya kepada negara selama ini dan memperhatikan usia harapan hidup di Indonesia yang dikeluarkan kementerian  kesehatan. Jadi upah minimum kabupaten/kota/propinsi bukan hanya untuk pedoman upah karyawan saja, tetapi juga pedoman dalam penjatuhan hukuman. Rumusan ini dimasukkan dalam Undang Undang oleh DPR RI. Jadi hakim tidaki akan disalahkan oleh masyarakat luas. Kalau pajak yang membebani masyarakat diatur undang undang, maka hukuman yang dijatuhkan kepada masyarakat yang bersalah juga harus diatur oleh undang undang. Demikian kicauan widi, yang juga dapat dibaca selengkapnya dengan judul “hukuman yang adil” pada  saranwidi.blogspot.com.
  

No comments:

Post a Comment