MELAWAN
PENYIMPANGAN.II.
Ibukota memang tempat yang menggoda bagi
siapa saja, karena disinilah segalanya serba ada dan bagi yang menginginkanbisa
terjadi jika mau. Betapa menggiurkan ibukota, sebagai pusat pemerintahan,
perdagangan ekonomi dan segala pusatnya, dapqat dilihatdari heterogennya warga
ibukota. Hampir semua mobil di ibukota merupakankeluaran baru. Kemacetan
terjadi dimana, warganya selalu bergerak mengais rezeki.
Sebagaqi pegawai yang baru dipindahkan ke ibukota, saya tidak
terlalu direpotkan untuk mencari rumah, walupun kontrakan. Ternyata sudah
disiapkan oleh staf kantor, yang yang saya tidak tahu dari mana biayanya.
Pertama kali ke ibukota untuk dilantik, sudah disediakan hotel penginapan oleh staf kantor dan dipinjami
mobil milik staf juga.
Belum lama bekerja,setiap minggu amplop selalu ada yang
dibawa pulang, sehinggaseperti orang kaya baru di ibukota, dengan posisi yang
Cuma eselon bawah. Aanda bisa bayangkan bagaimana kalau eselon atasnya.
Baru dua tahun meniti karir, saya dihadapkanpada tugas yang
cukup rumit, harus menindaklanjuti suatu permohonan sertipikat tanah seluas
kurang lebih 14 hektare. Tanah sluas itu menjadi kewenangan kanwil untuk
mengukurnya. Pemohon juga langsung meminta ukur ke kanwil, tanpa melalui kantor
tempat saya bekerja. Setelah diukur, barulah diselenggarakan di peta yang ada
di kantor. Pada saat itulah saya menghadap pimpinan saya di propinsi untuk
mengingatkan bahwa tanah tersebut dikuasai badan usaha negara/BUMN dan sudah
dikeluarkankeputusannya oleh kementerian.
Rupanya masukan yang saya berikan tidak mendapat tanggapan
positip daripimpinan dan kemudian keluarlah gambar tanah selaus empatbelas
hektar itu. Lalu gambar tersebutdikirim kekantorsaya dan saya harus
menindaklanjuti untuk mendapatkan sertipikat tanah..
Lain hari datanglah orang yang mengurustanah itu/kuasanya
untuk meminta tindak lanjut proses sertipikatnya. Saat itu saya hanya berpikir
bahwa prosedurpenerbitan gambar tersebut tidak memenuhi syarat, sehingga saya
tidak melayaninya. Karena diatas tanah tersebut sudah diterbitkan gambar
situasi oleh pusat/kementerian, maka haruslah dilakukan inclave terlebih
dahulu, tetapi aturan belum ada sejak dicabutnya peraturan tahun 1961.
Peraturan tahun 1961 itu sendiri, harus melalui lembaga pengadilan. Karena itu
saya menolak melakukan prosesnya.
Selanjutnya beberapa waktu kemudian, rupanya kepala kantor
dimutasi dan kepala yang menandatangani gambar itu menjadi kepala kantor, yang
berarti menjadi atasan saya. Taklama kemudian, datanglah orang yangtak diduga
duga isteri seorang terkenal, menanyakan mengenai kelanjutan gambar yang
diteken oleh kepala di Kanwil dan yang sekarang menjadi kepala kantor saya. Saya
dipanggil oleh ke[pala kantor, tetapi posisi saya tidak bisa melanjutkan
proses, maka saya diam saja. Sementaraq kepalaq kantor didesak oleh ibu itu
untuk memproses, kepala kantor berdiplomasimenjawab ngalor ngidul dengan
berbagai alasan. Belakangan saya cari tahu bahwa kepala kantor itu sudah menikmati
uang teken gambar yang konon mencapai satu milyard.
Akhirnya ibu
yang datang itu pulang dengan hampa, karenadiam tidak bersuara.
Lain hari ada undangan rapat di kantor gubernur, dan kepala
kantor memerintahkan saya untuk menghadiri rapat. Ternyata yang rapat Cuma saya
dengan sekda, yang isinya adalah minta tolong proses sertipikat tersebut diproses. Sekda menakuti saya kalau
ketabrak mobil lah, kesrempert mobil lah dsb. tapi herannya, saya tidak
bergeming, dan merasa tidak takut. Akhirnya berkaspun tidak ada yang berani
menjalankan, termasuk pengganti saya,
setelah saya dipindahkan ke propinsi.
Sampaisaya pindah dan kepala kantor dipindahkan, berkas
tetasp terhenti tidak berjalan. Saya dipindah ke propinjsi dan kepala kantor
dipindah kepropinsi lain. Beberapa tahun kemudian, kepala kantor itu lalu dipindah lagi ke pusat. Di pusat
beliau membuatsurat kepropinsi agar permohonan sertipikat itu ditindaklanjuti
mengikuti aturan yang sebenarnya menurut saya tidak cocok. Permasalahannya adalah
tanah itu sudah dikeluarkan SK Pemberian hak oleh pusat dan sebagisn didalamnya
yang seluas empat belas hektar diklaim oleh seseorang dengan menggunakan alat
bukti tanah adat.
Itulah ceritera singkat perlawanan saya yang tidak kenal
kompromi terhadap peraturan yang berlaku. Sampai sekarang saya tidaktahui
ceritera akhirnya.
No comments:
Post a Comment