Sunday, June 12, 2016

MELAWAN PENYIMKPANGAN II



MELAWAN PENYIMPANGAN.II.


                                                             
Ibukota memang tempat yang menggoda bagi siapa saja, karena disinilah segalanya serba ada dan bagi yang menginginkanbisa terjadi jika mau. Betapa menggiurkan ibukota, sebagai pusat pemerintahan, perdagangan ekonomi dan segala pusatnya, dapqat dilihatdari heterogennya warga ibukota. Hampir semua mobil di ibukota merupakankeluaran baru. Kemacetan terjadi dimana, warganya selalu bergerak mengais rezeki.
Sebagaqi pegawai yang baru dipindahkan ke ibukota, saya tidak terlalu direpotkan untuk mencari rumah, walupun kontrakan. Ternyata sudah disiapkan oleh staf kantor, yang yang saya tidak tahu dari mana biayanya. Pertama kali ke ibukota untuk dilantik, sudah disediakan hotel  penginapan oleh staf kantor dan dipinjami mobil milik staf juga.
Belum lama bekerja,setiap minggu amplop selalu ada yang dibawa pulang, sehinggaseperti orang kaya baru di ibukota, dengan posisi yang Cuma eselon bawah. Aanda bisa bayangkan bagaimana kalau eselon atasnya.
Baru dua tahun meniti karir, saya dihadapkanpada tugas yang cukup rumit, harus menindaklanjuti suatu permohonan sertipikat tanah seluas kurang lebih 14 hektare. Tanah sluas itu menjadi kewenangan kanwil untuk mengukurnya. Pemohon juga langsung meminta ukur ke kanwil, tanpa melalui kantor tempat saya bekerja. Setelah diukur, barulah diselenggarakan di peta yang ada di kantor. Pada saat itulah saya menghadap pimpinan saya di propinsi untuk mengingatkan bahwa tanah tersebut dikuasai badan usaha negara/BUMN dan sudah dikeluarkankeputusannya oleh kementerian.
Rupanya masukan yang saya berikan tidak mendapat tanggapan positip daripimpinan dan kemudian keluarlah gambar tanah selaus empatbelas hektar itu. Lalu gambar tersebutdikirim kekantorsaya dan saya harus menindaklanjuti untuk mendapatkan sertipikat tanah..
Lain hari datanglah orang yang mengurustanah itu/kuasanya untuk meminta tindak lanjut proses sertipikatnya. Saat itu saya hanya berpikir bahwa prosedurpenerbitan gambar tersebut tidak memenuhi syarat, sehingga saya tidak melayaninya. Karena diatas tanah tersebut sudah diterbitkan gambar situasi oleh pusat/kementerian, maka haruslah dilakukan inclave terlebih dahulu, tetapi aturan belum ada sejak dicabutnya peraturan tahun 1961. Peraturan tahun 1961 itu sendiri, harus melalui lembaga pengadilan. Karena itu saya menolak melakukan prosesnya.
Selanjutnya beberapa waktu kemudian, rupanya kepala kantor dimutasi dan kepala yang menandatangani gambar itu menjadi kepala kantor, yang berarti menjadi atasan saya. Taklama kemudian, datanglah orang yangtak diduga duga isteri seorang terkenal, menanyakan mengenai kelanjutan gambar yang diteken oleh kepala di Kanwil dan yang sekarang menjadi kepala kantor saya. Saya dipanggil oleh ke[pala kantor, tetapi posisi saya tidak bisa melanjutkan proses, maka saya diam saja. Sementaraq kepalaq kantor didesak oleh ibu itu untuk memproses, kepala kantor berdiplomasimenjawab ngalor ngidul dengan berbagai alasan. Belakangan saya cari tahu bahwa kepala kantor itu sudah menikmati uang teken gambar yang konon mencapai satu milyard.
Akhirnya ibu yang datang itu pulang dengan hampa, karenadiam tidak bersuara.
Lain hari ada undangan rapat di kantor gubernur, dan kepala kantor memerintahkan saya untuk menghadiri rapat. Ternyata yang rapat Cuma saya dengan sekda, yang isinya adalah minta tolong proses sertipikat  tersebut diproses. Sekda menakuti saya kalau ketabrak mobil lah, kesrempert mobil lah dsb. tapi herannya, saya tidak bergeming, dan merasa tidak takut. Akhirnya berkaspun tidak ada yang berani menjalankan, termasuk pengganti  saya, setelah saya dipindahkan ke propinsi.
Sampaisaya pindah dan kepala kantor dipindahkan, berkas tetasp terhenti tidak berjalan. Saya dipindah ke propinjsi dan kepala kantor dipindah kepropinsi lain. Beberapa tahun kemudian, kepala  kantor itu lalu dipindah lagi ke pusat. Di pusat beliau membuatsurat kepropinsi agar permohonan sertipikat itu ditindaklanjuti mengikuti aturan yang sebenarnya menurut saya tidak cocok. Permasalahannya adalah tanah itu sudah dikeluarkan SK Pemberian hak oleh pusat dan sebagisn didalamnya yang seluas empat belas hektar diklaim oleh seseorang dengan menggunakan alat bukti tanah adat.
Itulah ceritera singkat perlawanan saya yang tidak kenal kompromi terhadap peraturan yang berlaku. Sampai sekarang saya tidaktahui ceritera akhirnya.

No comments:

Post a Comment