Thursday, June 16, 2016

HUKUMAN MATI PALING NYAMAN..



HUKUMAN MATI PALING NYAMAN.


Di Negeri ini hukuman mati telah mrnjadi hukum positip, sebagaimana dimuat dalam pasal KUHPidana. Sudah baanyak terpidana yang menjalaninya, termasuk para gembong narkoba dan teririsme. Orang orang se3perti gembong Bali Nine, Amrozzy dan lain lain, telah dikirim oleh regu tembak ke akhirat dengan timah panasnya.
Pro kontra hukuman mati selalu terjadi menyertai pelaksanaan hukuman mati ini. Berbagai pendapat mengiringi saat dilakukan eksekusi oleh aparat. Ada yqng berpendapat hukuman mati sebagai  melanggar HAM, karena mati adalah hak Tuhan yang dipaksakan manusia, sedang yang pro hukuman mati beralasan sudah seharusnya dilaksanakan hukuman mati karena rakyat menghendakinya, yang dituangkan dalam undang undang, disamping iu untuk menimbulkan efek jera terhadap para penjahat. Namun efek jera yang diharapkan ternyata tidak menyurutkan orang orang yang akan melakukan tindak pidana, seperti para bandar narkoba, para terorisme maupun para pembunuh sadis lainnya.
Permasalahannya adalah, apakah ada hukuman yang pantas yang setara agar para terpidana tersebut  dapat dihukum  sesuai hukum positip tetapi tidak menimbulkan pro kontra di negeri ini, terutama protes dari negara negara sahabat yang warganya terkena pidana mati itu?. Kadang kadang kita trenyuh juga kenapa hukuman mati dilakukan, bagaimana perasaan  keluarga yang ditinggalkannya, bagaimana rasa hati anda jika anda tahu akan mati dengan cara ditembak didepan regu tembak. Sudah mengalami sakit sebelum mati dan saat nyawa meregang, juga nantinya akan masuk neraka jahanam setelah mati. Walaupun setelah mati bukan menjadi urusan manusia lagi. Namun dapat disimpulkan bahwa terpidana diharapkan manusia menjadi penghuni neraka  nantinya.
Menurut  hemat saya, hukuman mati dengan cara ditembak sebenarnya merupakan cara lama yang masih dilakukan pemerintahan sekarang  iini termasuk negara negara lain yang masih menganut hukuman mati. Hal hal yang membuat hukuman mati menimbulkan pro kontra kontra adalah pada cara pelaksanaannya yang :
1.     Eksekusi dilakukan setelah grasi sebagai upaya hukum terakhir, ditolak presiden. Selanjutnya jaksa Agung memerintahkan eksekusi hukuman, walaupun terpidana masih muda dan menyadari prbuatannya salah besar.
2.     Kejelasan eksekusi seperti menjadi instink pemerintah  sehingga menjadi tidak jelas kapan hukuman mati dilaksanakan, kadang bisa setahun, dua tahun maupun bahkan bisa dua puluh tahun setelah vonis dijatuhkan hakim. Hukuman matipun bisa menjadi komodity politik pemerintah yang berkuasa, bisa juga menjadi  barter politik pemerintah dengasn negara lain.
3.     Vonis hakim sendiri kadang kadang menimbulkan kontroversi dimasyarakat. Hakim juga manusia yang memiliki sifat keliru/ kekeliruan yang bisa karena faktor eksternal yang subyektip. Baik oleh tangan tangan yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan dll.
Menurut tulisan saya terdahulu (saranwidi.com : Hukuman yang adil), bahwa hukuman yang adil digantungkan paga indikator hukuman sbb:
1.     Nilai kejahatan yang  dapat dinilai dengan uang negeri ini, yaitu rupiah.misalya pada kasus kasus korupsi, dsb.
2.      Uap minimum kabupaten/provinsi, tempat terjadinya kejahatan. Upah minimum saat ini berkisar 2 juta dan maksimum 3,5 juta rupiah.
3.     Pemberatan dan keringanan hukuman antara lain :
a.     Kejahatan tersebut dilakukan oleh aparat negara, yang terkait dengan penegakan hukum memiliki faktor pemberat yang lebih besar dibanding aparat yang bukan penegak hukum. Hal ini harus diatur dalam peraturan perundangan, melengkapi KUHPidana yang ada.
b.     Kejahatan yang pelakunya pernah  mendapatkan penghargaan dari pemerintah, seperti medali olahraga, lencana karya satya, bekas pejuang yang diakui pemerintah dll penghargaan pemerintah, sebagai faktor yang bisa mengurangi hukuman seseorang. Hal ini perlu ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah maupun undang undang.
c.      Remisi hukuman atau pengurangan hukuman, yang dikaitkan selama persidangan, baik sopan santun maupun keterangan yang diberikan di pengadilan dan faktor lainnya. Selama ini remisi diberikan pemerintah setelah vonis dijatuhkan hakim, hal ini menunjukkan pemerintah ikut mengintervensi wewenang Yudikatip. Dan remisi bisa menjadi alat bagi pemerintah yang berkuasa untuk menolong konco konconya yang terlibat pidana, juga bisa menjadi sarana  korupsi.  Remisi juga perlu diatur dalam peraturan perundangan.
d.     Publik figure yang melakukan tindak pidana, seperti artis, tokoh masyarakat, tokoh agama dsb, yang seharusnya menjadi panutan yang baik bagi masyarakat. Tindakan publik figure ini cenderung dicontoh masyarakat, sehingga perlu pemberatan hukumaan.
4.     Usia harapan hidup di Indonesia, yang setiap tahun dikeluarkan oleh kementerian kesehatan, saat ini usia harapan hidup  manusia Indonesia adalah 70 tahun. Mungkin sepuluh tahun lagi usia harapan hidup bisa mencapai 75 tahun. pemerintah mengeluarkan keterangan usia harapan hidup selama ini hanya memiliki fungsi tingkat kemajuan kesehatan, belum digunakan untuk penegakan hukuman . dan lain lain indikator.
Kesimpulann saya tersebut, hukuman mati terjadi apabila jumllah hukuman dikaitkan dengan umur pelaku pidana, melebihi jumlah umur harapan hidup manusia  yang dikeluarkan kementerian kesehatan. Eksekusi mati dilaksanakan apabila pelaku telah melewati masa umur harapan hidup tersebut. Hal inilah yang haqrus dituangkan dalam undang undang, sebagai kesepakatan rakyat Indonesia.
Bagaimana eksekusi dilakukan, menurut hemat saya adalah sbb :
1.     Seperti kesimpulan saya, eksekusi dilakukan apabila jumlah hukuman ditambah umur pelaku, melebihi umur harapan hidup standard waktu itu, yang dikeluarkan kementerian Indonesia.
2.     Cara pelaksanaan eksekusi dilakukan tidak dilakukan dengan ditembak didepan regu tembak, tetapi dengan cara yang paling enak tanpa sakit, misalnya dengan diam diam pada hari yang ditentukan, terpidana dibuat tidak sadar, misalnya minum obat atau suntik tidak sadar. Kemudian barulah dilakukan eksekusi mati.
3.     Apabila terpidana mendapat hukuman mati, maka, sejak vonis tersebut, terpidana diberikan penyuluhan keagamaan terus menerus, dan berpraktek keagamaan diantara para narapidana, sehingga pada saat eksekusi ybs sudah menyadari bahwa eksekusi harus dilakukan sesuai hukum positip di Indonesia, tetapi untuk tidak menyalahi HAM, maka eksekusi dilaksanakan  saat umur harapan hidup dilalui dan dilakukan dengan cara yang tidak menimbulkan kesakitan bagi pelaku dan keluarganya.
Demikian kicauan saya, untuk bisa menjadi madsukan pembuat kebijakan.

No comments:

Post a Comment