RUMAH SAKIT SUMBER
SEHAT II.
(diatas langit ada
langit)
Sebagai kesimpulan
saya mengenai kasus rumah sakit sumber sehat, dalam tulisan saya di blog. Kicauan
widi.com, tanggal 16 april 2016, saya menyarankan agar kasus tersebut ditutup
saja, karena menurut saya keduanya sama sama benar . secara formal benar
pemprov DKI jakarta berpegang pada BPN
dan Ditjen Pajak. Sedang BPK tidak salah karena sebagai auditor negara,
memiliki alasan sendiri. Jadi disegi formal hukum, Pemprov tidak salah, sedanfg
disegi realitanya BPK juga benar.
Belum lagi usai perdebatan ini,
KPK menyatakan tidak ada korupsi dalam pengadaan lahan sumber sehat. KPK juga
tidak salah karena fakta hukum memang berkata demikian. Jadi masukan saya dalam
blog tanggal 16 april 2016, yang minta kasus ini ditutup, tidak jauh berbeda dengan pendapat KPK.
Kasus ini sebenarnya dapat
menjadi kajian menarik dari berbagai aspek hukum, antara lain :
1. Hukum
pertanahan.
Selama ini pihak
instansi pertanahan mencantumkan nama jalan dalam buku tanah sertipikatnya,
tidak terlalu menjadi persoalan, apabila tanah tersebut mengakses jalan utama
yang lebih lebar, maka tanah itu disebut terletak di jalan itu. Untuk tanah
yang tidak luas, hal ini tidak menjadi masalah, tetapi untuk tanah yang
berhektare hekitare, memang bisa dipermasalahkan oleh pihak lain, bahkan mudah
sekali menjadi komoditas politik. Bahwa penulisan akses jalan dalam buku
tanahsertipikat, rupanya belum disadari oleh BPN akibat yang ditimbulkannya. Tulisan
dalam buku tanah sertipikat, walaupun sekecil apapun
menjadi tulisan yang berkepastian hukum, sesuai dengan fungsi sertipikat tanah
yang menjamin kepastian hukum dan kepastian letak tanah. Pada masa yang akan
datang, hendaklah ini menjadi pertimbangan BPN dalam menerbitkan sertipikat
tanah, agar tidak menjadi bahan perdebatan publik, seperti lahan rumah sakit sumber sehat. Kalau perlu
ada catatan khusus mengenai penetapan NJOP, dengan kerjasama instansi berwenang
soal NJOP. Misalnya NJOP tanah dengan membagi jumlah NJOP sekelilingnya,
terhadap tanah dengan luasan tertentu apakah 0,5 ha apakah 1 ha atau 3ha dsb.
artinya tanah dengan keluasan rata rata yang dimiliki masyarakat luas.
2. Hukum
Pajak Bumi dan Bangunan.
Seiring dengan
contoh usulan diatas, yaitu dengan membagi NJOP sekeliling tanah, maka didalam
PBB tanah ybs juga ditulis catatan sesuai catatan pada buku tanah sertipikat. Artinya
tanah tersebut secara keseluruhan tidak sama dengan NJOP tanah di akses jalan
manapun disertipikat tersebut, karena diambil jumlah dan dirata ratakan. Hal ini
juga untuk menghindari fragmentasi tanah oleh pemiliknya. Memang BPN dan PBB
mesti berkoordinasi dengan lebih intens soal ini, agar ada kesatuan pendapat
diantara aparat pemerintah dalam menilai harga tanah. Instansi PBB sudah waktunya menetapkan PBB
dengan lebih detail kwalifikasinya, misalnya diperempatan jalan PBBnya tidak
sama dengan dipinggir jalan yang jauh dari perempatan jalan tersebut. Demikiian
pula untuk tanah yang menjorok kedalam, perlu ada klasifikasi setiap grid nya. Kasus sumber sehat ini seakan akan BPK dan KPK
menjadi korbannya.
3. Hukum
Pembuktian.
Hukum pembuktian
ini tentu mendasarkan kepada bukti bukti tertulis, terutama sertipikat tanah sebagai
penyaji data dasar pertanahan dan NJOP PBB. Maka dengan catatan pada buku tanah
sertipikat tentang harga tanah ybs, akan memudahkan dalam hukum pembuktiannya
secara materiil. Bahwa kasus sumber sehat, dimana KPK seakan akan membela
pemrov DKI dan menisbikan BPK, menurut saya inilah bentuk independensi KPK yang
tidak harus mengikuti auditor negara, sebab masing masing melihat dari sisi
yang berbeda. Semestinya KPK mempunyai saran dan masukan kepada instansi yang berwenang
dibidang tanah, yaitu BPN dan PBB.
Demikian ulasan lebih lanjut rumah
sakit sumber sehat, sebagai masukan kepada pemerintah yang berwenang, mudah
mudahan bermanfaat.
No comments:
Post a Comment