Saturday, June 18, 2016

RUMAH SAKIT SUMBER SEHAT II



RUMAH SAKIT SUMBER SEHAT II.
(diatas langit ada langit)



Sebagai kesimpulan saya mengenai kasus rumah sakit sumber sehat, dalam tulisan saya di blog. Kicauan widi.com, tanggal 16 april 2016, saya menyarankan agar kasus tersebut ditutup saja, karena menurut saya keduanya sama sama benar . secara formal benar pemprov DKI jakarta berpegang pada  BPN dan Ditjen Pajak. Sedang BPK tidak salah karena sebagai auditor negara, memiliki alasan sendiri. Jadi disegi formal hukum, Pemprov tidak salah, sedanfg disegi realitanya BPK  juga benar.
Belum lagi usai perdebatan ini, KPK menyatakan tidak ada korupsi dalam pengadaan lahan sumber sehat. KPK juga tidak salah karena fakta hukum memang berkata demikian. Jadi masukan saya dalam blog tanggal 16 april 2016, yang minta kasus ini ditutup, tidak jauh berbeda  dengan pendapat  KPK.
Kasus ini sebenarnya dapat menjadi kajian menarik dari berbagai aspek hukum, antara lain :
1.       Hukum pertanahan.
Selama ini pihak instansi pertanahan mencantumkan nama jalan dalam buku tanah sertipikatnya, tidak terlalu menjadi persoalan, apabila tanah tersebut mengakses jalan utama yang lebih lebar, maka tanah itu disebut terletak di jalan itu. Untuk tanah yang tidak luas, hal ini tidak menjadi masalah, tetapi untuk tanah yang berhektare hekitare, memang bisa dipermasalahkan oleh pihak lain, bahkan mudah sekali menjadi komoditas politik. Bahwa penulisan akses jalan dalam buku tanahsertipikat, rupanya belum disadari oleh BPN akibat yang ditimbulkannya. Tulisan dalam buku tanah sertipikat, walaupun sekecil  apapun  menjadi tulisan yang berkepastian  hukum, sesuai dengan fungsi sertipikat tanah yang menjamin kepastian hukum dan kepastian letak tanah. Pada masa yang akan datang, hendaklah ini menjadi pertimbangan BPN dalam menerbitkan sertipikat tanah, agar tidak menjadi bahan perdebatan publik, seperti  lahan rumah sakit sumber sehat. Kalau perlu ada catatan khusus mengenai penetapan NJOP, dengan kerjasama instansi berwenang soal NJOP. Misalnya NJOP tanah dengan membagi jumlah NJOP sekelilingnya, terhadap tanah dengan luasan tertentu apakah 0,5 ha apakah 1 ha atau 3ha dsb. artinya tanah dengan keluasan rata rata yang dimiliki masyarakat luas.
2.       Hukum Pajak Bumi dan Bangunan.
Seiring dengan contoh usulan diatas, yaitu dengan membagi NJOP sekeliling tanah, maka didalam PBB tanah ybs juga ditulis catatan sesuai catatan pada buku tanah sertipikat. Artinya tanah tersebut secara keseluruhan tidak sama dengan NJOP tanah di akses jalan manapun disertipikat tersebut, karena diambil jumlah dan dirata ratakan. Hal ini juga untuk menghindari fragmentasi tanah oleh pemiliknya. Memang BPN dan PBB mesti berkoordinasi dengan lebih intens soal ini, agar ada kesatuan pendapat diantara aparat pemerintah dalam menilai harga tanah.  Instansi PBB sudah waktunya menetapkan PBB dengan lebih detail kwalifikasinya, misalnya diperempatan jalan PBBnya tidak sama dengan dipinggir jalan yang jauh dari perempatan jalan tersebut. Demikiian pula untuk tanah yang menjorok kedalam, perlu ada klasifikasi setiap grid nya.  Kasus sumber sehat ini seakan akan BPK dan KPK menjadi korbannya.
3.       Hukum Pembuktian.
Hukum pembuktian ini tentu mendasarkan kepada bukti bukti  tertulis, terutama sertipikat tanah sebagai penyaji data dasar pertanahan dan NJOP PBB. Maka dengan catatan pada buku tanah sertipikat tentang harga tanah ybs, akan memudahkan dalam hukum pembuktiannya secara materiil. Bahwa kasus sumber sehat, dimana KPK seakan akan membela pemrov DKI dan menisbikan BPK, menurut saya inilah bentuk independensi KPK yang tidak harus mengikuti auditor negara, sebab masing masing melihat dari sisi yang berbeda. Semestinya KPK mempunyai saran dan masukan kepada instansi yang berwenang dibidang tanah, yaitu BPN dan PBB.
Demikian ulasan lebih lanjut rumah sakit sumber sehat, sebagai masukan kepada pemerintah yang berwenang, mudah mudahan bermanfaat.

No comments:

Post a Comment