Thursday, June 30, 2016

TUMPANG TINDIH LAHAN...

Image result for GAMBAR SENGKETA

TUMPANG TINDIH LAHAN DI JAKARTA.
Kepala BPN Jakarta Barat, Soemanto, mengatakan sertifikat yang dikeluarkan tahun 2014 itu mengacu pada dokumen girik yang dimiliki Toeti. Giriknya sendiri diketahui atas nama ayah Toeti, Kun Soekarno."Berdasarkan girik dan keterangan pendukung lainnya, sertifikat tanah tersebut milik Toeti," kata Soemanto melalui pesan singkat, Rabu (29/6/2016).
Pernyataan Soemanto sekaligus membantah pernyataannya beberapa hari lalu yang menyebut sertifikat lahan di Cengkareng Barat atas nama Pemerintah Provinsi DKI, tepatnya milik Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan. Soemanto sendiri mengaku tidak tahu perihal adanya putusan Mahkamah Agung tahun 2012 yang menyatakan lahan tersebut milik Pemprov DKI.
Terkait hal itu, Kepala Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan Darjamuni saat dikonfirmasi mengakui pihaknya belum memiliki sertifikat atas lahan tersebut. Menurutnya, pihaknya baru mengusulkan pengurusan sertifikat ke Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
"Waktu itu sudah kami usulkan untuk disertifikatkan, tapi belum. Sekarang kami usulkan kembali," ujar Darjamuni.
Lahan di Cengkareng Barat itu telah dibeli Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintahan untuk lokasi pembangunan rumah susun. Transaksinya terjadi pada 2015.
Namun, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), diketahui bahwa lahan itu masih milik Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI. Jika benar demikian adanya, Pemprov DKI telah membeli lahan sendiri dengan harga Rp 648 miliar.
Berita diatas saya kutip dari kompas.com ,sebagai sumber penulisan saya dibawah ini;
Dari berita tsb, ada beberapa masalah yang memerlukan penanganan serius dari pemerintah maupun pemerintah daerah, khususnya DKI Jakaarta, yaitu sbb :
1.  Koordinasi antar lembaga BPN dengan lembaga peradilan  masih lemah, hal ini dari pernyatan kepala BPN jakarta Barat yang mengungkapkan tidak tahu adanya putusan MA tahun 2012. Saya kira bukan hanya kasus ini BPN tidak tahu dan tidak diberitahu oleh lembaga peradilan pada kasus kasus pertanahan lainnya, juga demikian. Peradilan kelihatannya hanya memberitahu BPN jika kasus sengketa tanahnya diletakkan CB. Yang demikian itu membuka potensi masalah baru. Sebab setiap kasus yang sedang terjadi, maka posisinya adalah status quo atas tanah terperkara. Walaupun diberitahu adanya CB atas tanah terperkara, sering terjadi bahwa tanah yang diletakkan CB tsb belum bersertipikat, dimana pencatatan dilakukan oleh BPN?, apakah dipeta, itupun kalau surat CB secara jelas menyatakan letaknya dan bisa diidentifikasi pada peta dasar BPN.kalau tidak jelas, juga menyulitkan pengadministrasiannya. Maka perlu penyempurnaan SOP oleh BPN mengatasi masalah ini.
2.  Pernyataan kepala kantor BPN Jakarta  Barat, yang membantah pernyataan sebelumnya, sungguh membuat saya bingung. Kenapa bisa esok tahu sore tempe?.apakah kepala BPN sebelumnya  mengetahui bahwa tanah tsb dimiliki  oleh Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan DKI sebagaimana pernyatan Damarjuni,yang mengaku akan mensertipikatkan tanah tsb. Pengadaan tanah sebelumnya dilakukan oleh panitia pembebasan tanah sesuai Permendagri Nomor  15 tahun 1975, sebelum diganti dengan Keppres No55 tahun 1993. tentang pengadaan  tanah untuk pembangunan.. Kalau hall ini benar ada pembebasasn tanah, tentu BPN memiliki arsip pembebasannya, demikian pula pemprov DKI. Sebagaimana diketahui, kepemilikan tanah tidak mengenal kadaluwarsa, sehingga sampai kapanpun, kalau memang pemprov DKI merasa memiliki, masih bisa menggugat kepemilikannya.
3.  Tertib administrasi pertanahan pemprov DKI saya duga dalam keadaan darurat, memerlukan penanganan serius, keadaan ini sudah bertahun tahun terjadi dan baru sekarang ini mencuat dalam kasus kasus besar. Tanah seluas 4,6 hektare saja bisa hilang apalagi tanah yang kecil kecil, yang luasnya beberapa ratus atau ribu meter persegi. Berapa potensi kerugian pemprov dari hilangnya asset tanah tsb. Oleh karena itu, manfaatkan seluruh aparat pemprov untuk mengawasi asset secara btransparan, dan lakukan tertib administrasi asset dengan menggunakan digitalisasi data fisik dan data yuridis. Lengkapi alat bukti sesuai yang ditunjukkan dalam PP No 24/1997 Yo PMNA/Ka BPN Nomor  3 tahun 1997, tentang pelaksanaan pendaftaran tanah. Bukan tidak mungkin akan terjadi ledakan kassus yang lebih besar dari sekedar 4,6 hektare di Jakarta, apabila pemprov DKI masih terlena dan terpukau dengan gaya sang gubernurnya, sehingga lupa membenahi asset berharganya.





No comments:

Post a Comment