ASAP ROKOK YANG MEMUSINGKAN.
Wacana pemerintah menaikkan harga rokok, dengan maksud mengurangi kebiasaan merokok rakyat kecil,
disamping memasukkan keuangan negara yang lagi deg deg an buat dirjend
pajak,berkaitan tax amnesty yang belum seperti apa yang diharapkan, menimbulkan
pro kontra dimasyarakat maupun anggota DPR. Hal ini wajar karena menyangkut
kehidupan dari sektor lain yang terkait.
Asap rokok yang sudah memusingkan rakyat penggunanya, kini
membuat pusing pemerintah, sampai sampai mau menaikkan cukai untuk mengurangi
defisit anggaran. Dengan harga rokok yang tinggi, akan membuat rakyat kecil
berpikir untuk beli rokok, tapi penjual tidak kalah akal dengan menjual eceran
atau batangan.
Dengan cukai yang tinggi, logikanya petani tembakau akan
ditekan pengusaha, agar operasional pengusaha tidak membengkak. Sebab tembakau
yang dipanen, mau tak mau harus dijual ke pengusaha rokok. Lain halnya kalau
petani beralih tanaman. Misalnya tanaman buah atau sayuran, maka pabrik rokok
dengan sendirinya akan mengurangi produksinya, karena bahan baku yang kurang
pasokan.
Jadi tujuan pemerintah mungkin Cuma mau menutupi defisit
transaksi berjalan yang cukup besar, itulah tujuan utamanya. Dampak ikutannya
memang diharapkan mengurangi perokok dari kelas bawah, seperti petani, tukang becak dsb, maka potensi
gangguan kesehatan karena rokok diharapkan juga menurun..
Jika harga rokok jadi dinaikkan akan berpengaruh
terhadap segala sektor, terutama tenaga kerja. Sebab, dengan dinaikkannya harga
rokok, jumlah konsumen akan berkurang
sehingga sejumlah industri rokok akan mengurangi produksi dan banyak tenaga
kerja yang tidak terpakai.
Namun begitu,isu kenaikan harga rokok itu tidak benar.
Sebab, baik Menteri Keuangan ataupun Dirjen Beacukai sudah membantah isu
kenaikan rokok tersebut.
Harga rokok di Indonesia sudah
tergolong tinggi dibanding dengan negara-negara lainnya seperti Vietnam,
Thailand, Malaysia, China, Singapura dan Jepang.(sumber: kompas.com)
Jika menutup pabrik rokok tidak mungkin, karenja kontribusInya yang amat besar
bagi negara, maka menurut pendapat saya;
1. Kenaikan itu perlu, ditengah ancaman
defisit negara yang besar, dan amnesty pajak yang belum signifikan hasilnya,
masih jauh dari target pemerintah. Kenaikan cukai rokok tidak perlu sampai
mengesankan tindakan yang panik, untuk menutup kekurangan anggaran. Masih baanyak
cara menutup defisit anggaran, diantaranya memangkas anggaran itu sendiri,
seperti yang pernah dilakukan sebelumnya.
2. Eksport rokok menjadikan sebagai
kewajiban pabrik rokok, agar ada devisa yang bisa diperoleh dari eksport rokok
itu. Perlu ada perbandingan jumlah batang rokok yang dieksport dengan yang
diedarkan didalam negeri. Mungkin bisa lima puluh: lima puluh.
3. Secara bertahap mengurangi lahan
penanaman tembakau dan mengalihkannya dengan tanaman lain yang cocok dilahan tersebut.
Maka dimulai inventraisasi berapa lahan tembakau yang ada, kemudian dibuat
skema pengurangannya secara bertahap. Dampaknya
adalah pengurangan tenaga kerja, maka pemerintah perlu memikirkannya, misalnya
memberikan ketrampilan industri rumah tangga dsb.
4. Potensi penyelundupan rokok dari luar
dan rokok tanpa cukai juga akan marak yang akan semakin merugikan kebijakan
kenaikan harga rokok yang terkesan panik
ini. Maka instansi bea cukai, kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya
harius lebih mewaspadainya.
5.
Memberikan penyuluhan penyuluhan kepada para perokok dari golongan
miskin, yang ternyata merupakan pecandu rokok terbesar, melalui cara cara yang
menyentuh hati mereka, seperti muhasabah keagamaan, merokok dari sudut agama,
sampai kepada penghargaan kepada non perokok. Iklan “merokok membunuhmu”, sebaiknya dibalik dengan
kata kata “merokok membunuhyku” karena yang membaca adalah perokoknya.
6.
Larangan perluasan pembangunan pabrik rokok, apalagi yang menggunakan lahan sawah beririgasi (sebaiknya
juga lahan sawah yang tidak beririgasi juga dilarang).
7.
Seluruh pabrik rokok juga harus berkontribusi untuk membantu biaya akibat
merokok agar biaya kesehatan akibat merokok tidak ditanfggungsemua oleh
pemerintah. Biaya kontribusi ini diluar cukai rokok. Misalnya biaya kontribusi
ini lima puluh: lima puluh.
8.
Kenaikan harga rokok kalaupun harus dilakukan pemerintah, menurut harga
yang moderat, agar tidak mengorbankan pihak terkait, seperti petani tembakau,
para buruh pabrik rokok dsb. kenaikan cukai sebesar 10 ribu rupiah, saya kira
sudah cukup tinggi. Jika harga sekarang 15. Ribu, maka menjadi 25 ribu.
9.
Perfmasalahannya, apakah orang orang miskin yang menjadi perokok terbesar
di Indonesdia mampu untuk mengatasi tidak merokok?. Wallahualam.....bro.ada ide???
No comments:
Post a Comment