JENJANG JABATAN
POLITIK.
Jabatan politik adalah
jabatan jabatan yang bisa diraih melalui jalur politik. Jabatan politik itu
antara lain Presiden/wk presiden, Gubernur/wk gubernur, walikota/wk walikota,
Bupati/Wk Bupati, Menteri, Ketua/anggota DPR/DPD/MPR/DPRD dan mungkin ada lagi
yang saya sudah lupa, karena perlu buka buku.
Berbeda dari jabatan
politik adalah jabatan negeri, yaitu jabatan yang diperoleh melalui karier
seorang pegawai negeri, termasuk TNI dan Polri. Jabatan negeri dibuat
berjenjang mengikuti golongan dan pangkat pegawai, serta prestasinya. Seorang
pegawai negeri dengan jabatan kepala seksi, tidak mungkin langsung menjadi
kepala kantor wilayah propinsi atau menjadi direktur jenderal. Mereka harus
melalui jabatan setingkat diatasnya dengan persyaratan pangkat dasarnya
terpenuhi. Oleh karena itu jenjang jabatan pegawai negeri sudah tertata dalam
sistem yang tertib, sehingga kemampuannya dijabatan itu sudah dianggap memadai.
Dampaknya adalah adanya pemerintahan yang kuat dan stabil mengingat pengalaman
pejabatnya.
Berbeda dengan jabatan
negeri, jabatan politik tidak mensyaratkan apapun kepada seseorang untuk
menduduki jabatan politik tertentu. Karena tidak mensyaratkan sesuatu, maka
menarik berbagai pihak untuk terjun secara instan dijabatan politik itu. Contoh
sudah jamak terjadi pada para artis yang mencalonkan diri menjadi anggota DPR
bermodal keartisannya, bukan kemampuannya. Setelah disorot tiadanya prestasi
yang mjenonjol para artis juga mulai melirik jabatan politik dalam pilkada, seperti
wagub Jabar, Gub Banten dan mulai terdengar artis yang mnendeklarasikan sebagai
calon wabup Bekasi dan masih banyak lagi.
Contoh terakhir adalah
militer yang mundur untuk mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta. Militer
dengan pengalaman masih minimalis ini nekad meninggalkan karier cemerlangnya
untuk berebut DKI I dengan calon kuat lainnya. Ini menunjukkan bahwa pengaturan
jenjang jabatan politik masih demikian semrawut, sehingga bisa melemahkan
sistem pemerintahan di Indonesia.
Bagaimana mengatur
jenjang jabatan politik, seharusnya kemendagri sudah harus membuat sistem
jenjang jabatan politik, agar bisa bersinergi dengan jabatan negeri yang sudah
baik itu. Seandainya calon partai demokrat menang dan menduduki jabatan DKI I,
apa tidak kikuk, sang gubernur maupun pangdam dan kapolda berkoordinasi dibawah
gubernurnya yang masih lebih rendah pada waktu karier militernya?.walaupun itu
tidak secara formal mempengaruhi, tetapi efek psikologis pasti membawa dampak,
baik kepada sang gubernur maupun muspida lainnya.
Oleh karena itu, saya
kira kemendagri perlu membuat sistem jen jang jabatan politik dengan mendengar
para petinggi politik negeri ini, misalnya dengan mengacu kepada jenjang
jabatan negeri.
Faktor faktor yang
mesti diperhitungkan dalam membuat sistem
Jabatan politik adalah
antara lain:
1. Faktor internal calon, seperti pendidikan
formal dan keahlian, umur,mental spiritual,uji kelayakan dan kepatutan dsb.
2. Faktor eksternal, seperti tipe tipe wilayah sesuai dengan jabatan negeri. DKI, Sumut, Jawa tidak
mungkin sama dengan maluku dsb.
3. Jabatan politik dilakukan berjenjang, seperti gubernur DKI atau yang setingkat
dengan DKI, harus memiliki pengalaman
sebagai Gubernur wilayah setingkat dibawahnya atau Walikota besar seperti
Surabaya, medan dsb.
4. Faktor besaran anggaran daerah juga
mesti diperhitungkan, pejabat politik yang sebelumnya mengelola anggaran
satu trilyun kemudian mengelola anggaran 70 trilyun juga perlu menjadi
indikator pe4njenjangan.
5. Untuk jabatan presiden/wk presiden yasng merupakan top eksekutip, menjadi
prerogratip partai untuk mencalonkannya.sehingga partailahyang melakukan sleksi
capre4s/cawapres.
6. Dan lain lain, sehingga pejabat politik tidak melulu terkenal, atau
banyak massanya, tetapi juga bisa memberikan kontribusi secara nasional/daerah
agar negara kuat, rakyat sejahtera dan beradab, mampu bersaing dengan negara
lain.
7. Kalau mau nambah silakan bro.......bebas berpendapat, asal tidak
mengandung unsur SARA...
No comments:
Post a Comment