ANTI KEMAPANAN.
Pada bulan bulan terakhir ini,
telah terjadi beberapa gempa yang
menggoyahkan suasanan tentram di negeri kayangan ini. Kalau disepadankan kira
kira sama dengan peristiwa tsunami di Indonesia pada tahun 2004 di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pada peristiwa itu
ratusan ribu jiwa melayang, akibat air laut yang masuk kedaratan melibas habis
kota Banda Aceh. Suasana tentram yang goyah itu antara lain diterjangnya rambu
rambu hukum oleh wakil Tuhan di bumi
Kayangan itu, dalam pra peradilan seorang petinggi penegak huklum. Opini publik
dinegeri itu, umumnya menyalahkan isi putusan praperadilan yang bertentangan
dengan Undang Undang. Wakil Tuhan yang di negeri itu disebut Hakim, bahkan
disalahkan oleh Hakim yang lain, karena melanggar aturan yang dibuat wakil
rakyat di DPR nya. Termasuk wakil rakyat yang menjadi hakim itu. Oleh karena
itu saya menduga apakah masyarakat negeri kayangan itu sudah mulai meninggalkan
kemapanan?. Isi putusan itu menimbulkan semacam tsunami, karena para calon
penjahat lainnya, satu persatu mulai mengajukan hal yang sama, dengan harapan
memperoleh perlakuan yang sama, dan dengan harapan pula diadili oleh hakim yang
sama. Hukum menjadi terjungkir balik dengan putusan tersebut. Hukum yang dibuat
rakyat melalui wakil2nya ternyata dengan mudah bisa dibalik oleh seorang hakim
dengan mengatasnamakan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sementara
Undang Undang yang dibuat juga oleh
suara rakyat yang berarti juga suara Tuhan.
Di ibukota negara Kayangan itu
juga lagi rame ramenya perseteruan antara wakil rakyat dengan Kepala daerahnya
yang disebut Gubernur. Rasanya baru kali ini, ada Gubernur yang sangat berani.
Gubernur, saya rasa pintar, agar Para wakil rakyat itu mau mengawasi anak buah
Gubernur, yang memang menjadi tugasnya. Selama ini ada tendensi pengawasan yang
dilakukan seadanya saja, karena sama sama ingin aman dan nyaman. Memang perlu saat ini ada pemimpin pemimpin
yang harus bertindak keras dan tegas agar budaya Masyarakat semakin tidak
menyimpang dari akarnya. Maka tsunami di ibukota negeri Kayangan ini adalah
tsunami kemapanan, sebagai akibat adanya
ketidak mapanan yang terjadi selama ini.
Namun perseteruan ini masih berlanjut, bahkan sampai lapor melapor ke
penegak hukum. Namun sayangnya penegak hukumnya sendiri, kurang sempurna
gigitannya, dalam arti menggigit yang bisa digigit, jadi masih milih milih.
Kalau seluruh kepala daerah di negeri Kayangan ini seperti sang Gubernur, maka
dapat dipastikan penduduk negeri itu akan semakin sejahtera, sehingga nyaman
hidupnya.
Tsunami berikutnya adalah mulai
mengalirnya penduduk negeri Kayangan itu, bergabung dengan organisasi ekstrem
dinegara lain yang dikenal dengan ISIS. Padahal orang jawa bilang kalau “isis”
itu artinya nyaman ada angin semilir, sehingga “isis.” Menurut koran dinegeri
kayangan itu, pada bulan april 2014, telah diberangkatkan 156 orang ke Suriah
yang dibiayai oleh seseorang, luar biasa memang. Tsunami ini akan semakin besar
bila tidak dibendung oleh Pemerintah Kayangan.
Gonjang ganjing tidak berhenti
sampai disini, beberapa partai politik juga mengalami perpecahan dan saling
berseteru dan tidak mengalah, termasuk setelah ada putusan Pemerintah Kayangan,
masih tidak puas. Hal ini karena ada banyak jalan yang bisa ditempuh untuk
mensiasati keinginannya. Ada PTUN,ada Pengadilan Perdata, ada Pengadilan
Pidana, ada Reserse Kriminal, ada Mahkamah Partai, ada Praperadilan, ada KPK
dsb. Apakah hal ini karena manusianya yang memang sudah mengalami kemunduran
mental, ataukah masih simpang siurnya aturan yang berlaku, ataukah ada putusan yang multi tafsir. Oleh karena
itu tsunami ini perlu diantisipasi dengan revolusi mental yang sudah
dicanangkan oleh Presiden negeri
Kayangan itu, walaupun revolusi mental sang Presiden belum jelas substansinya.
Menurut saya, yang pertama sekali melaksanakan revolusi mental adalah para
aparat penegak hukumnya. Hal ini sudah dimulai oleh presiden sendiri dengan
menolak grasi para terpidana mati, yang menimbulkan goncangan kecil dari para
negara sahabat negeri Kayangan itu. Contoh kecil adalah tertib berlalu lintas,
tertib kerja kantor para pegawai pemerintah dsb, yang tidak perlu biaya negara.
No comments:
Post a Comment