Wednesday, March 25, 2015

ANTI KEMAPANAN.



ANTI KEMAPANAN.

Pada bulan bulan terakhir ini, telah terjadi beberapa gempa  yang menggoyahkan suasanan tentram di negeri kayangan ini. Kalau disepadankan kira kira sama dengan peristiwa tsunami di Indonesia pada tahun 2004 di Provinsi  Nanggroe Aceh Darussalam. Pada peristiwa itu ratusan ribu jiwa melayang, akibat air laut yang masuk kedaratan melibas habis kota Banda Aceh. Suasana tentram yang goyah itu antara lain diterjangnya rambu rambu hukum oleh  wakil Tuhan di bumi Kayangan itu, dalam pra peradilan seorang petinggi penegak huklum. Opini publik dinegeri itu, umumnya menyalahkan isi putusan praperadilan yang bertentangan dengan Undang Undang. Wakil Tuhan yang di negeri itu disebut Hakim, bahkan disalahkan oleh Hakim yang lain, karena melanggar aturan yang dibuat wakil rakyat di DPR nya. Termasuk wakil rakyat yang menjadi hakim itu. Oleh karena itu saya menduga apakah masyarakat negeri kayangan itu sudah mulai meninggalkan kemapanan?. Isi putusan itu menimbulkan semacam tsunami, karena para calon penjahat lainnya, satu persatu mulai mengajukan hal yang sama, dengan harapan memperoleh perlakuan yang sama, dan dengan harapan pula diadili oleh hakim yang sama. Hukum menjadi terjungkir balik dengan putusan tersebut. Hukum yang dibuat rakyat melalui wakil2nya ternyata dengan mudah bisa dibalik oleh seorang hakim dengan mengatasnamakan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sementara Undang Undang yang dibuat  juga oleh suara rakyat yang berarti juga suara Tuhan.
Di ibukota negara Kayangan itu juga lagi rame ramenya perseteruan antara wakil rakyat dengan Kepala daerahnya yang disebut Gubernur. Rasanya baru kali ini, ada Gubernur yang sangat berani. Gubernur, saya rasa pintar, agar Para wakil rakyat itu mau mengawasi anak buah Gubernur, yang memang menjadi tugasnya. Selama ini ada tendensi pengawasan yang dilakukan seadanya saja, karena sama sama ingin aman dan nyaman.  Memang perlu saat ini ada pemimpin pemimpin yang harus bertindak keras dan tegas agar budaya Masyarakat semakin tidak menyimpang dari akarnya. Maka tsunami di ibukota negeri Kayangan ini adalah tsunami  kemapanan, sebagai akibat adanya ketidak mapanan yang terjadi selama ini.  Namun perseteruan ini masih berlanjut, bahkan sampai lapor melapor ke penegak hukum. Namun sayangnya penegak hukumnya sendiri, kurang sempurna gigitannya, dalam arti menggigit yang bisa digigit, jadi masih milih milih. Kalau seluruh kepala daerah di negeri Kayangan ini seperti sang Gubernur, maka dapat dipastikan penduduk negeri itu akan semakin sejahtera, sehingga nyaman hidupnya.
Tsunami berikutnya adalah mulai mengalirnya penduduk negeri Kayangan itu, bergabung dengan organisasi ekstrem dinegara lain yang dikenal dengan ISIS. Padahal orang jawa bilang kalau “isis” itu artinya nyaman ada angin semilir, sehingga “isis.” Menurut koran dinegeri kayangan itu, pada bulan april 2014, telah diberangkatkan 156 orang ke Suriah yang dibiayai oleh seseorang, luar biasa memang. Tsunami ini akan semakin besar bila tidak dibendung oleh Pemerintah Kayangan.
Gonjang ganjing tidak berhenti sampai disini, beberapa partai politik juga mengalami perpecahan dan saling berseteru dan tidak mengalah, termasuk setelah ada putusan Pemerintah Kayangan, masih tidak puas. Hal ini karena ada banyak jalan yang bisa ditempuh untuk mensiasati keinginannya. Ada PTUN,ada Pengadilan Perdata, ada Pengadilan Pidana, ada Reserse Kriminal, ada Mahkamah Partai, ada Praperadilan, ada KPK dsb. Apakah hal ini karena manusianya yang memang sudah mengalami kemunduran mental, ataukah masih simpang siurnya aturan yang berlaku, ataukah  ada putusan yang multi tafsir. Oleh karena itu tsunami ini perlu diantisipasi dengan revolusi mental yang sudah dicanangkan oleh Presiden  negeri Kayangan itu, walaupun revolusi mental sang Presiden belum jelas substansinya. Menurut saya, yang pertama sekali melaksanakan revolusi mental adalah para aparat penegak hukumnya. Hal ini sudah dimulai oleh presiden sendiri dengan menolak grasi para terpidana mati, yang menimbulkan goncangan kecil dari para negara sahabat negeri Kayangan itu. Contoh kecil adalah tertib berlalu lintas, tertib kerja kantor para pegawai pemerintah dsb, yang tidak perlu biaya negara.

No comments:

Post a Comment