Tuesday, April 12, 2016

PENATAAN KAMPUNG KUMUH.


PENATAAN KAMPUNG KUMUH.
(memanusiakan manusia).
hp : 082217084430,-

Akhir akhir ini, gubernur DKI jakarta, gencar melakukan “ penggusuran” diperkampungan kumuh, dengan memakai alasan revitalisasi sungai, mengatasi banjir dan penataan lingkungan. Warga tergusur apabila telah mempunyai KTP Jakarta, disediakan rusunawa atau rumah susun sewa, milik pemda DKI Jakarta. Akibatnya penduduk pendatang yang tidak memiliki KTP DKI harus mengadu nasib lagi, bisa cari tempat lain ataupun pulang kampung seperti penggusuran Kalijodo tempo hari. Bertepatan proyek proyek penggusuran mendekati waktu pilkada jakarta,sehingga memicu pernyataan dimedia dari beberapa bakal calon gubernur Jakarta. Sekecil apapun celah kelemahan Pemprov DKI menjadi santapan lawan gubernur petahana yang sudah pasti mencalonkan kembali melalui jalur non parpol, yaitu jalur perseorangan yang diusung Teman Ahok.
Pernyataan bakal calon gubernur ada yang melontarkan pendapat kalau Pemprov DKI akan menggusur pemukiman warga, tunjukkan bahwa pemprov telah memiliki sertipikat tanahnya. Pernyataan ini bisa diartikan legalkah peenertiban yang dilakukan Pemda DKI medlaui cara seperti yang sudah terjadi belakangan ini?.  Bahwa DKI menggunakan kekuasaannya dengan menggandeng TNI-Polri, memang terlalu berlebihan, dan cenderung mengintimidasi rakyat,  sehingga rakyat menjadi keder, namun jika hanya memakai tenaga Satpol PP, tentu rakyat tergusur akan melawan penggusuran, permasalahannya adalah, apakah  pendekatan yang dilakukan oleh Ahok, memang pendekatan penegakan hukum tanah yang berlaku di Indonesia?.  Kepada siapakah tanah hasil penggusuran  diberikan prioritasnya untuk pemilikannya dan penggunaannya?. Apakah kepada warga tergusur bisa diberikan ganti kerugian maupun kerohiman sebagaimana yang sudah sudah dilakukan dalam proses pengadaan tanah?. Sederet pertanyaan tersebut memerlukan jawaban, harus melalui pendekatan literatur dan study lapangan. Kasus harus dilihat dengan lebih dekat dengan melihat bukti bukti kepemilikan tanah warga. Namun pendekatan lapangan secara  fisik harus menemui mereka yang tergusur, dan hal ini tidak mungkin dilakukan. Maka satu satunya dengan pendekatan literatur, yaitu melalui study peraturan perundangan pertanahan yang berlaku.
Kita tarik garis, mulai 24 September 1960, yaitu mulai berlakunya UUPA di Indonesia, yang sampai hari ini masih berlaku, beserta turunannya berupa peraturan perundangan dibawahnya seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden maupun Peraturan Menteri Agraria dsb. Dilain sisi juga ada Peraturan daerah,  Peraturan Gubernur dsb. Menurut tata urutan perundangan sebagaimana disebut dalam UU No 10 tahun 2004, urutan perundangan RI terdiri atas UUD – UU – PP – Perda. Disini dari PP bisa terbit Peraturan Presiden, Instruksi presiden, dan dari Perda bisa muncul Pergub dan Instruksi gub, ada peraturan Bupati maupun Instruksi bupati dsb. bisa terjadi peraturan2 tsb menjadi berbeda pandangan atau tidak sinkron.
Menurut UUPA, urusan hek atas tanah dan pendaftaran tanah menjadi kewenangan pemerintah pusat yang dalam hal ini dilaksanakan Badan Pertanahan Nasional, sedang urusan pengaturan persediaan, peruntukan dan penggunaan tanah menjadi urusan pemerintah daerah. Kewenangan pemda tercantum  dalam pasal 14, sedang kewenangan BPN ada di pasal 19 UUPA. Oleh karena itu, menurut hemat saya, peraturan vmenyangkutbhak hak tanjat warga menjadi domain pemerintah pusat, yang dalam hal ini Badan Pedrtanahan Nasional dan jajarannya di daerah. Sedang peraturan menyangkut peruntukan dan penggunaan tanah menjadi domain pemerintah daerah.
Pada pasal peralihan dinyatakan bahwa, selama peraturan pelaksanaan undang2 ini (UUPA) belum terbentuk, maka peraturan peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis mengenai bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hak hak atas tanah, yang ada pada mulai berlakunya undang undang ini, tetap berlaku, sepanjangvtidak bertentangan dengan jiwa dari ketentaun ketentuan dalam undang undang ini serta diberi tafsiran yang sesuai dengan itu.
Sebelum berlakunya UUPA, terhadap tanah tanah hak barat, berlaku hukum Perdata Barat/BW, sedang tanah tanah yang belum memiliki hak barat tunduk pada aturan hukum adat setempat. Menurut hukum adat, apabila seseorang akan membuka lahan, mereka izin kepada kepala adat setempat. Hubungan antara penggarap tanah dengan tanahnya semakin lama semakin erat, dan kemudian timbullah hak milik adat. Hak milik inilah yang menjadi hak Utama  atau hak prioritas untuk memperoleh hak atas tanah menurut UUPA, yang dikenal dengan Hak Milik, Hak Guna bangunan,Hak Pakaai dan hak Guna Usaha, yang semuanya memiliki tanda bukti berupa sertipikat tanah. Pemegang hak prioritas inilah yang memiliki prioritas utama  memperoleh hak atas tanah. Jadi dari segi keperdataan, penggarap memiliki hak yang kuat atas tanah tersebut. Karena tanah tanah yang dimiliki warga banyak yang belum dilengkapi alat bukti, apalagi sertipikat tanah dari BPN, maka Pembuktian hak hak lama ini, diakomodir dalam pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dinyatakan sbb :
Pasal 24 ayat 2 sbb :
 Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembuktian hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (duapuluh) tahun atau lebih secara terus berturut turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu pendahulunya, dengan syarat :
1.       Penguasaantersebut dilakukan dengan itikadbaik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapatdipercaya.
2.       Penguasaan tersebut, baik sebelum maupun sesudah pengumuman sebagaimana dimaksud pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan atau pihak lainnya.
Sebaliknya pemerintah daerah, dulu juga memiliki tanah tanah, yang dikenal dengan tanah swa praja, yaitu tanah negara yang dikuasai oleh pemda. Disamping itu pemda juga memiliki kewenangan mengatur persediaan peruntukan dan penggunaan tanah, sebagimana sudah disebut dalam pasal14 UUPA diatas.  
Permasalahan yang muncul adalah, apakah sebelum lahirnya UUPA ini, pemerintah telah memiliki legalitas perencanaan ruang wilayah yang sekarang digusur itu? . pertanyaan selanjutnya apakah warga yang  mendiami lahan yang digusur itu apakah sudah turun temurun menguasai tanah tsb, dan sejak kapan mulainya warga menggarap lahan tersebut, termasuk yang kemudian terjadi peralihan peralihan atas tanah tsb.

Apabila legalitas perencanaan tata ruang atas tanah yang digusur lebih dahulu dilakukan, maka penggarapan tanah oleh warga yang kemudian terjadi sebagai penggarapan tanah tanpa izin atau ilegal. Dalam hal ini pemda tidak keliru apabila dilakukan penggusuran, seperti penggusuran pedagang kakilima yang berdagang dipinggir pinggir jalan dan tempat tempat lainnya yang bukan untuk perdagangan. Sedangkan kalau legalitas perencanaan diterbitkan belakangan dari penggarapan warga, maka sudah sewajarnya apabila kepada mereka diberikan santunan, sebagaimana dalam hal terjadi pengadaan tanah untuk kepentingan umum seperti yang pernah diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 55 tahun 1993. Keppres no 55/1993 telah diubah yang tidak saya ikuti lagi perkembangannya, namun saya berkeyakinan materi hak hak rakyat tidak dihapuskan begitu saja.

Pengadaan tanah bagi daerah yangt belum menetapkan rencana umum tata ruang , dilakukan berdasarkan perencanaan tata ruang wilayah kota yang telah ada. Sedang hak atas tanah adalah hak hak yang diatur dalam UUPA. Menurut hemat saya,termasuk hak atas tanah adalah seperti diatur dalam pasal 24 PP No 27 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah diatas, namun penempatannya dalam pengadaan tanah pada pasal 12 huruf (d) yaitu benda benda lain yang berkaitan dengan tanah. Hal ini termasuk ganti kerugian yang harus diberikan dalam rangka pengadaan tanah, selain Hak atas tanah (HM,HGB,HP.HGU), bangunan dan tanaman. Ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah sebagaimana pasal 12 Keppres no 55 tahun 1993, diberikan untuk :

a.       Hak atas tanah.

b.      Bangunan.

c.       Tanaman.

d.      Benda benda lain yang berkaitan dengan tanah.  

Peraturan Menteri Agraria No 1 tahun 1994, (jika belum dihapus dan diganti yang baru) pada pasal 20 telah mengakomodir soal ganti rugi dengan memberikan santunan kepada :
a.       Mereka yang memakai tanah sebelum tanggal 16 desember 1960 sebagaimana dimaksud dalam UU No 51 Prp 1960. (tanggal berlakunya undang undang nomor 51 Prp 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya).
b.      Mereka yang memakai tanah bekas hak barat, sebagaimana dimaksud pasal 4 dan 5 Keppres No 32 tahun 1979 mengenai kebijaksanaan konversi tanah bekas hak barat.
c.       Bekas pemegang HGB yang tidak memenuhi syarat pasal 17 angka 3 huruf b.
d.      Bekas pemegang Pakai yang tidakmemenuhi syarat pasal 17 angka 4 huruf c.
Besarnya uang santunan tersebut ditetapkan panitia pengadaan tanah, menurut pedoman yang dikeluarkan oleh Bupati/walikota dan untuk DKI oleh Gubernur. ak PakaPPP          
Pertanyaan yang perlu dijawab adalah sejak kapan pemerintah daerah membuat rencana tata ruang wilayah di DKI Jakarta???.
Saya kira penggusuran yang selama ini dilakukan menurut kesimpulan saya, perlu ditelaah dikembali
Agar bisa berjalan sesuai koridor hukum tanah di Indonesia. Saran saya sebelum penggusuran cdilakukan sebaiknya BPN bersuara dulu ke  publik menyatakan pendapatnya dari sisi hukum tanah secara runut, barulah pemda menyikapinya, apakah digusur begitu saja atau ada kompensasi, yah memanusiakan manusialah... terima kasih.

No comments:

Post a Comment