Tuesday, April 5, 2016

STROOMAN DALAM KOPERASI.



”STROOMAN” DALAM KOPERASI.

                                                                   Widi Arianto    


                                                                      
Strooman adalah pemilikan terselubung atas suatu hak. Strooman terjadi karena peraturan yang ketat, sehingga orang orang tertentu menjadi tertutup peluang untuk memiliki. Misalnya Hak Milik atas tanah hanya boleh dimiliki oleh seorang warganegara Indonesia tunggal. Maka orang asing bukan WNI dilarang  memiliki tanah di Indonesia dengan hak milik. Kepada mereka hanya terbatas pada pemilikan hak atas tanah dengan Hak Pakai, sebagaimana dinyataakan dalam PP Nomor 41 tahun 1996. Contoh Strooman bisa terjadi pada kepemilikan tanah di Batam, dimana sertipikat tanah atas penduduk asli Batam, tetapi sebenarnya tanah itu dimiliki orang Singapura atau Malaysia secara Strooman. Bisa juga misalnya di kota jepara yang terkenal ukirannya, para pedagang asing mengawini penduduk jepara, dan membeli tanah atas nama isterinya yang asli jepara, tetapi sebenarnya milik asing, dsb.
Di koperasi juga bisa terjadi kepemilikan secara strooman atas koperasi. Aturan menyebutkan bahwa untuk pendirian koperasi primer, sekurang kurangnya didirikan oleh 20 (dua puluh) orang dengan akta pendirian didepan Notaris. Pemilikan secara strooman terjadi apabila, para pendiri hanya sebatas sebagai fornalitas belaka. Untuk pembuatan akta Notaris, mereka hanya menyerahkan KTP saja, dan waktu pembacaan akta, mereka hanya hadir sekedar mendengarkan pembacaan akta oleh Notaris. Selebihnya hanya satu atau dua orang atau satu keluarga yang mengendalikan dan menjalankan koperasi itu. Para Notaris, tidak akan ambil pusing tentang kebenaran niat para pendiri koperasi.  Bagi Notaris, syarat formal terpenuhi, sudah cukup untuk dibuatkan aktanya. Hal demikian ternyata kelak menjadikan koperasi bermasalah, setelah koperasi menjadi besar dan melibatkan banyak anggota penyimpan/nasabah simpanan koperasi. Contoh sudah banyak koperasi yang kollaps yang merugikan banyak uang nasabah, seperti Langit Biru, Cipaganti dll,dan terakhir Koperasi Persada Madani, yang ternyata hanya namanya saja koperasi, tetapi sebenarnya tidak memiliki jiwa koperasi dan tidak menjalankan usaha sesuai prinsip prinsip koperasi. Bisa saja pada awal pendirian, seseorang mengumpulkan KTP isteri, anak yang sudah dewasa, saudara2nya, ipar2nya, kakek neneknya, mertua, orang tua dsb sehingga cukup 20 orang yang merupakan sanak keluarganya dan ipar iparnya dsb.
Akta pendirian koperasi yang dibuat Notaris, harus mendapatkan pengesahan dari Pemerintah sesuai pasal 9 UU Nomor 25 tahun 1992, dalam hal ini adalah Menteri Koperasi dan UKM atau pejabat yang berwenang di kabupaten/kota atau provinsi yang ditunjuk Menteri Koperasi dan UKM. Proses pengesahan badan hukum koperasi, memerlukan dokumen2 antara lain adanya rencana kerja paling sedikit selama tiga tahun dan syarat syarat lainnya. Permasalahannya apakah syarat itu hanya sebagai syarat formal tanpa ada verifikasi, terutama pada rencana kerja selama tiga tahun itu, yang seharusnya menjadi bahan/dokumen pemantauan koperasi oleh Pemerintah cq Kiementerian Koperasi dan UKM serta pejabat berwenang tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Jika dokumen itu sebatas hanya untuk penerbitan pengesahan badan hukumnya saja, maka Pemerintah tidak melakukan pembinaan secara konsisten sesuai peraturan yang dibuatnya sendiri. Menrut hemat saya, dokumen rencana kerja tiga tahunan itu menjadi data base di Kementerian koperasi dan jajarannya di tingkat kabupaten/kota dan provinsi, sesuai kewenangannya. Sehingga arah perkembangan koperasi bisa dipantau secara baik. Hal ini untuk mengetahui apakah koperasi benar benar merupakan gerakan ekonomi rakyat, ataukah hanya sebagai kamuflase untuk mengeruk keuntungan pribadi pendirinya melalui kepemilikan secara strooman itu.
Saran yang bisa saya sampaikan adalah, perlu adanya rambu rambu/norma hukum yang mengeliminir kepemilikan koperasi secara strooman dengan ketentuan tekhnis yang tegas dalam hal:
1.       Pembuatan akta pendirian, dengan menyerahkan kepada Notaris ybs untuk memeriksa kebenaran materiil akta pendirian tsb. Para Notaris sebaiknya tidak hanya membuat akta pendirian saja dan menerima fee pembuatan akta, tetapi juga menjadi pejabat yang harus hadir dalam rapat anggota koperasi untuk memastikan perkembangan koperasi berdasarkan akta yang Notaris buat. Notaris dapat menugaskan asistennya untuk menghadiri dan memantau perkembangan/dinamika koperasi ybs. Pengawasan terhadap perkembangan koperasi masih memerlukan kepedulian yang tinggi dari pemerintah.
2.       Pelaksanaan pengesahan koperasi sebaiknya dilakukan secara selektip dengan didahului ferifikasi persyaratan dengan rencana kerja, dan rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi, yang selanjutnya menjadi awal data base untuk pemantauan dan pembinaan terhadap koperasi ybs.
Demikian sepintas perihal strooman dan cara mengatasi permasalahan tersebut, agar koperasi benar benar menjadi gerakan ekonomi kerakyatan, bukan lembaga terselubung untuk mencari untung pihak pihak yang memanfaatkannya. Kasus kasus koperasi terselubung agar tidak terjadi lagi, seperti halnya “langit biru” dsb.






Strooman adalah pemilikan terselubung atas suatu hak. Strooman terjadi karena peraturan yang ketat, sehingga orang orang tertentu menjadi tertutup peluang untuk memiliki. Misalnya Hak Milik atas tanah hanya boleh dimiliki oleh seorang warganegara Indonesia tunggal. Maka orang asing bukan WNI dilarang  memiliki tanah di Indonesia dengan hak milik. Kepada mereka hanya terbatas pada pemilikan hak atas tanah dengan Hak Pakai, sebagaimana dinyataakan dalam PP Nomor 41 tahun 1996. Contoh Strooman bisa terjadi pada kepemilikan tanah di Batam, dimana sertipikat tanah atas penduduk asli Batam, tetapi sebenarnya tanah itu dimiliki orang Singapura atau Malaysia secara Strooman. Bisa juga misalnya di kota jepara yang terkenal ukirannya, para pedagang asing mengawini penduduk jepara, dan membeli tanah atas nama isterinya yang asli jepara, tetapi sebenarnya milik asing, dsb.
Di koperasi juga bisa terjadi kepemilikan secara strooman atas koperasi. Aturan menyebutkan bahwa untuk pendirian koperasi primer, sekurang kurangnya didirikan oleh 20 (dua puluh) orang dengan akta pendirian didepan Notaris. Pemilikan secara strooman terjadi apabila, para pendiri hanya sebatas sebagai fornalitas belaka. Untuk pembuatan akta Notaris, mereka hanya menyerahkan KTP saja, dan waktu pembacaan akta, mereka hanya hadir sekedar mendengarkan pembacaan akta oleh Notaris. Selebihnya hanya satu atau dua orang atau satu keluarga yang mengendalikan dan menjalankan koperasi itu. Para Notaris, tidak akan ambil pusing tentang kebenaran niat para pendiri koperasi.  Bagi Notaris, syarat formal terpenuhi, sudah cukup untuk dibuatkan aktanya. Hal demikian ternyata kelak menjadikan koperasi bermasalah, setelah koperasi menjadi besar dan melibatkan banyak anggota penyimpan/nasabah simpanan koperasi. Contoh sudah banyak koperasi yang kollaps yang merugikan banyak uang nasabah, seperti Langit Biru, Cipaganti dll,dan terakhir Koperasi Persada Madani, yang ternyata hanya namanya saja koperasi, tetapi sebenarnya tidak memiliki jiwa koperasi dan tidak menjalankan usaha sesuai prinsip prinsip koperasi. Bisa saja pada awal pendirian, seseorang mengumpulkan KTP isteri, anak yang sudah dewasa, saudara2nya, ipar2nya, kakek neneknya, mertua, orang tua dsb sehingga cukup 20 orang yang merupakan sanak keluarganya dan ipar iparnya dsb.
Akta pendirian koperasi yang dibuat Notaris, harus mendapatkan pengesahan dari Pemerintah sesuai pasal 9 UU Nomor 25 tahun 1992, dalam hal ini adalah Menteri Koperasi dan UKM atau pejabat yang berwenang di kabupaten/kota atau provinsi yang ditunjuk Menteri Koperasi dan UKM. Proses pengesahan badan hukum koperasi, memerlukan dokumen2 antara lain adanya rencana kerja paling sedikit selama tiga tahun dan syarat syarat lainnya. Permasalahannya apakah syarat itu hanya sebagai syarat formal tanpa ada verifikasi, terutama pada rencana kerja selama tiga tahun itu, yang seharusnya menjadi bahan/dokumen pemantauan koperasi oleh Pemerintah cq Kiementerian Koperasi dan UKM serta pejabat berwenang tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Jika dokumen itu sebatas hanya untuk penerbitan pengesahan badan hukumnya saja, maka Pemerintah tidak melakukan pembinaan secara konsisten sesuai peraturan yang dibuatnya sendiri. Menrut hemat saya, dokumen rencana kerja tiga tahunan itu menjadi data base di Kementerian koperasi dan jajarannya di tingkat kabupaten/kota dan provinsi, sesuai kewenangannya. Sehingga arah perkembangan koperasi bisa dipantau secara baik. Hal ini untuk mengetahui apakah koperasi benar benar merupakan gerakan ekonomi rakyat, ataukah hanya sebagai kamuflase untuk mengeruk keuntungan pribadi pendirinya melalui kepemilikan secara strooman itu.
Saran yang bisa saya sampaikan adalah, perlu adanya rambu rambu/norma hukum yang mengeliminir kepemilikan koperasi secara strooman dengan ketentuan tekhnis yang tegas dalam hal:
1.       Pembuatan akta pendirian, dengan menyerahkan kepada Notaris ybs untuk memeriksa kebenaran materiil akta pendirian tsb. Para Notaris sebaiknya tidak hanya membuat akta pendirian saja dan menerima fee pembuatan akta, tetapi juga menjadi pejabat yang harus hadir dalam rapat anggota koperasi untuk memastikan perkembangan koperasi berdasarkan akta yang Notaris buat. Notaris dapat menugaskan asistennya untuk menghadiri dan memantau perkembangan/dinamika koperasi ybs. Pengawasan terhadap perkembangan koperasi masih memerlukan kepedulian yang tinggi dari pemerintah.
2.       Pelaksanaan pengesahan koperasi sebaiknya dilakukan secara selektip dengan didahului ferifikasi persyaratan dengan rencana kerja, dan rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi, yang selanjutnya menjadi awal data base untuk pemantauan dan pembinaan terhadap koperasi ybs.
Demikian sepintas perihal strooman dan cara mengatasi permasalahan tersebut, agar koperasi benar benar menjadi gerakan ekonomi kerakyatan, bukan lembaga terselubung untuk mencari untung pihak pihak yang memanfaatkannya. Kasus kasus koperasi terselubung agar tidak terjadi lagi, seperti halnya “langit biru” dsb.





No comments:

Post a Comment