DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.
Atau
DEMI KEADILAN
BERDASARKAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA?.

Belum lama ini ketua PN Kapahiang Bengkulu tertangkap tangan oleh KPK dengan
dugaan suap. Hakim yang bergaji sekitar
20 jutaan itu, menerima suap sekitar 650 juta. Uang sebesar itu bisa untuk
menggaji 200 karyawan perusahaan atau menggaji hakim itu selama 30 bulan lebih.
Hakim tipikor yang sejatinya menjadi punggawa pemberantasan korupsi, malah ikut
terseret korupsi. Ada beberapa hakim
yang terseret kasus yang sama yang sudah divonis hakim tipikor, anatara lain :
1. Hakim Pragsono dihukum 11 tahun penjara.
2. Hakim Kartini dihukum 10 tahun penjara.
3. Hakim Asmadinata dihukum 10 tahun penjara.
4. Hakim Heru Kisbandono dihukum 8 tahun penjara.
5. Hakim Setyabudi Tejocahyono dihukum 12 tahun penjara.
6. Hakim Ramlan Comel dihukum 7 tahun penjara.
7. Hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Bandung Pasti Serefina Sinaga dihukum 4 tahun penjara.
1. Hakim Pragsono dihukum 11 tahun penjara.
2. Hakim Kartini dihukum 10 tahun penjara.
3. Hakim Asmadinata dihukum 10 tahun penjara.
4. Hakim Heru Kisbandono dihukum 8 tahun penjara.
5. Hakim Setyabudi Tejocahyono dihukum 12 tahun penjara.
6. Hakim Ramlan Comel dihukum 7 tahun penjara.
7. Hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Bandung Pasti Serefina Sinaga dihukum 4 tahun penjara.
Dalam Al Qur’an sudah diperingatkan oleh Allah,” Dan
janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang batil, dan
(janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar
kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal
kamu mengetahui (S2:188). Demikian berat pertanggungjawaban hakim dihadapan
Tuhan, terutama ditengah arus leberalisasi yang melanda bangsa ini dimana semua
ingin memperoleh lebih dari cukup dengan jalan batil tersebut. Sehingga
muncullah lirik Oma Irama “yang kaya tambah kaya, yang miskin tambah miskin”
sehingga orang orang yang memiliki kekuasaan berlomba lomba menumpuk
kekayaannya.
Saya menyarankan agar putusan hakim tidak menggunakan kepala
putusan Demi keadilan berdasarkan ketuhanan YME, tetapi dirubah “Demi keadilan
berdasarkan Pancasila ”. Pertimbangannya, negara
Indonesia bukan negara agama, tetapi negara sekuler atas dasar Pancasila. Hal
ini agar tidak memberatkan para hakim disegi pertanggungjawaban kepada Tuhan
YME. Kalau zaman dulu para hakim merupakan tokoh tokoh agama, sehingga memiliki
pemikiran murni agama. Zaman sudab banyak berubah dan bergeser. Kasihan para
hakim sebagian besar akan masuk Neraka. Mudah mudahan sih masuk surga
semuanya.Amin.
No comments:
Post a Comment