MELAWAN PENYIMPANGAN.
CUKILAN OTO BIOGRAFI.
Belum lama lulus dari pendidikan
di Akademi perjalanan karir mengalami ujian yang kedua,(pekerjaan pahit yang pertama adalah menanggulangi korupsi yang
dilakukan terman teman, yang berakibat saya diterpa gosip melakukan korupsi
dikantor tersebut) kepala kantor tempat
bekerja, memerintahkan saya untuk melakukan pekerjaan yang sejatinya bukan
wewenang kantor kabupaten//kota, tetapi menjadi wewenang kantor propinsi. Saya
tidak mau melaksanakan pekerjaan itu. Yang mengerjakan adalah teman teman saya
yang lain. Pekerjaan itu adalah pengukuran tanah milik sebuah BUMN bekas hak
pakai yang sudah habis jangka waktunya seluas 400 hektare. Karena saya tidak
mau melaksanakan, maka kepala kantor waktu itu memerintahkan petugas petugas
ukur yang lain.
Dalam peraturan yang saya sudah
tidak ingat lagi wewenang kabupaten dalam melaksanakan pengukuran maksimal 10
hektare, sedang wewenang propinsi adalah maksimal seribu hektare. Selebihnya
adalah wewenang pusat. Namun dalam prakteknya bisa saja kabupaten meminta izin
lebih dahulu untuk mmelaksanakan pengukurasn yang menjafi wewenang propinsi,
tentu ada tata caranya. Tidak langsung melaksanakan pengukuran dan langsung
menerima uang pelaksanaan pengukuran dari pemohon.
Oleh karena kabupaten tetap
melaksanakan pengukuran tapa melalui prosedur itu, saya ingatkan kepada kepala
kantor, bahkan secara tertulis. Namun rupanya saran saya tidak diindahkan oleh
kepala kantor dan pengukuran tetap berjalan. Temaqn teman tidak berani
menentang perintah kepala kantor tersebut. Tentu kepala kantor sudah menerima
uang pengukiuran tsb. Akibat dari tindakan saya yang dianggap membangkang kepala
, maka hubungan saya dengan sang kepala menjadi kurang harmonis. Saya yang waktu
itu, mengontrak rumah dan habis masa kontraknya, untuk memperpanjang kontrak
minjam uang kepala kantor juga tidak diperoleh.
Selanjutnya saya lapor ke
kasubdit pengukurasn dipropinsi, adanya penyimpangan pelaksanaan pengukuran di
kabupaten tempat saya bertugas. Tetapi laporan saya malahan ditanggapi dengan marah marah oleh
kasubditnya. Saya yang merasa melakukan hal baik tersebut tetapi dimarahi, saya
jadi naik darah juga, dan saya ganti balas marah pimpinan propinsi itu. Nggak
tahu kenapa saya berani sampai begitu, padahal pimpinan tersebut paling
ditakuti di propinsi, waktu itu.
Akhirnya saya kembali ke kota tempat
saya mengabdi. Namun pikiran belum dapat uang kontrak masih membayangi,
ajkhirnya saya menemukan akal. Saya katakan bahwa pengukuran seluas itu harus
diikatkan ke mata hari . saya tahu, para
pegawai di kantor itu tidak ada yang punya pengalaman mengukur matahari, selain
kepala pengukurannya. Akhirnya saya ditugaskan kepala kantor untuk mengadakan
pengikatan dengan mengukur matahari. Dengan uang jalan itu akhirnya kontrakan
bisa saya perpanjang.
Disini saya merasa tidak
konsisten dalam melawan penyimpangan kepala kantor, tetapi hati kecil yang
lainj mengatakan, bahwa pengukuran yang swaya lakukan hanyalaqh di beberapa
titik untuk mengikat ukuran yang dilaksanakaqn teman teman kiantor.
Oleh karena mamang tujuan kepala
kantor adalah untuk memungut uang,sedang pekerjaan tsb merupakan wewenang
propinsi, akhirnya pekerjaan terbengkalai dan lalu diambil alih propinsi. Saya
ingat petugas propinsi menyodorkan surat pertanggungjawaban yang seakan akan
saya ikut mengukur dan mendapatkan uang pengukuran. Saya tdak ingin polemik,
akhirnyasaya teken juga spj koosong yang disodorkan petugas propinsi itu.
Inilah pengalaman pahit apabila
pimpinan memaksakan kehendak yang bertendensi uang. Memang kepala kantor saya
ini termasuk rakus dalam hal uang, mungkin juga karena kebutuhan hidupnya yang
tinggi. Pekerjaan waktu itubelum tuntas, saya lalu di[pindahkan kekabupaten
lain, dipromosikan. Saat itu umur saya belum tiga puluh tahun, dan tidak
memiliki apa apa, sepatupun bolong bolong.. demikianlah pengalaman pahit yang
kedua.

No comments:
Post a Comment