Saturday, June 4, 2016

MELAWAN PENYIMPANGAN



MELAWAN PENYIMPANGAN.
CUKILAN OTO BIOGRAFI.




Belum lama lulus dari pendidikan di Akademi perjalanan karir mengalami ujian yang kedua,(pekerjaan pahit yang pertama adalah menanggulangi korupsi yang dilakukan terman teman, yang berakibat saya diterpa gosip melakukan korupsi dikantor tersebut)  kepala kantor tempat bekerja, memerintahkan saya untuk melakukan pekerjaan yang sejatinya bukan wewenang kantor kabupaten//kota, tetapi menjadi wewenang kantor propinsi. Saya tidak mau melaksanakan pekerjaan itu. Yang mengerjakan adalah teman teman saya yang lain. Pekerjaan itu adalah pengukuran tanah milik sebuah BUMN bekas hak pakai yang sudah habis jangka waktunya seluas 400 hektare. Karena saya tidak mau melaksanakan, maka kepala kantor waktu itu memerintahkan petugas petugas ukur yang lain.
Dalam peraturan yang saya sudah tidak ingat lagi wewenang kabupaten dalam melaksanakan pengukuran maksimal 10 hektare, sedang wewenang propinsi adalah maksimal seribu hektare. Selebihnya adalah wewenang pusat. Namun dalam prakteknya bisa saja kabupaten meminta izin lebih dahulu untuk mmelaksanakan pengukurasn yang menjafi wewenang propinsi, tentu ada tata caranya. Tidak langsung melaksanakan pengukuran dan langsung menerima uang pelaksanaan pengukuran dari pemohon.
Oleh karena kabupaten tetap melaksanakan pengukuran tapa melalui prosedur itu, saya ingatkan kepada kepala kantor, bahkan secara tertulis. Namun rupanya saran saya tidak diindahkan oleh kepala kantor dan pengukuran tetap berjalan. Temaqn teman tidak berani menentang perintah kepala kantor tersebut. Tentu kepala kantor sudah menerima uang pengukiuran tsb. Akibat dari tindakan saya yang dianggap membangkang kepala , maka hubungan saya dengan sang kepala menjadi kurang harmonis. Saya yang waktu itu, mengontrak rumah dan habis masa kontraknya, untuk memperpanjang kontrak minjam uang kepala kantor juga tidak diperoleh.
Selanjutnya saya lapor ke kasubdit pengukurasn dipropinsi, adanya penyimpangan pelaksanaan pengukuran di kabupaten tempat saya bertugas. Tetapi laporan saya  malahan ditanggapi dengan marah marah oleh kasubditnya. Saya yang merasa melakukan hal baik tersebut tetapi dimarahi, saya jadi naik darah juga, dan saya ganti balas marah pimpinan propinsi itu. Nggak tahu kenapa saya berani sampai begitu, padahal pimpinan tersebut paling ditakuti di propinsi, waktu itu.
Akhirnya saya kembali ke kota tempat saya mengabdi. Namun pikiran belum dapat uang kontrak masih membayangi, ajkhirnya saya menemukan akal. Saya katakan bahwa pengukuran seluas itu harus diikatkan ke mata hari .  saya tahu, para pegawai di kantor itu tidak ada yang punya pengalaman mengukur matahari, selain kepala pengukurannya. Akhirnya saya ditugaskan kepala kantor untuk mengadakan pengikatan dengan mengukur matahari. Dengan uang jalan itu akhirnya kontrakan bisa saya perpanjang.
Disini saya merasa tidak konsisten dalam melawan penyimpangan kepala kantor, tetapi hati kecil yang lainj mengatakan, bahwa pengukuran yang swaya lakukan hanyalaqh di beberapa titik untuk mengikat ukuran yang dilaksanakaqn teman teman kiantor.
Oleh karena mamang tujuan kepala kantor adalah untuk memungut uang,sedang pekerjaan tsb merupakan wewenang propinsi, akhirnya pekerjaan terbengkalai dan lalu diambil alih propinsi. Saya ingat petugas propinsi menyodorkan surat pertanggungjawaban yang seakan akan saya ikut mengukur dan mendapatkan uang pengukuran. Saya tdak ingin polemik, akhirnyasaya teken juga spj koosong yang disodorkan petugas propinsi itu.
Inilah pengalaman pahit apabila pimpinan memaksakan kehendak yang bertendensi uang. Memang kepala kantor saya ini termasuk rakus dalam hal uang, mungkin juga karena kebutuhan hidupnya yang tinggi. Pekerjaan waktu itubelum tuntas, saya lalu di[pindahkan kekabupaten lain, dipromosikan. Saat itu umur saya belum tiga puluh tahun, dan tidak memiliki apa apa, sepatupun bolong bolong.. demikianlah pengalaman pahit yang kedua.



No comments:

Post a Comment