Saturday, June 11, 2016

VERIFIKAS PILKADA



VERIFIKASI PILKADA.


Saat ini istilah verifikasi menjadi potensi ancaman calon independen  dalam   pilkada DKI jakarta. Verifikasi yang berlangsung selama 14 hari, memberi kesempatan pihak yang diverifikasi untuk hadir di kantor kelurahan dalam waktu 3 hari, agar dapat diverikifasi ulang jika pendukung beralangan pada waktu itu, Menurut KPU hal demikian itu justru mEmudahkan pasangan calon independen.
Kenapa verifikasi faktual dipergunakan juga, sedang surat dukungan formal sudah mewakili secara hukum. Verifikasi faktual menghabiskan biaya dan waktu serta tenaga, apakah jika ketika  sebagian besar pendukung yang diverifikasi tidak lolos, karena tidak berada ditempat atau tidak berada ditempat, apakah KPU berani membatalkan pasangan calon yang kebetulan adalah petahana yang dinilai masyarakat umum sudah berbuat banyak bagi warganya. Kenapa demikian sulit untuk menjadi pasangan calon independen. Apakah tidak ada terobosan yang lebih mudah dan efisien.
Menurut pendapat pribadi saya, penentuan lolos tidaknya pasangan calon bisa mengikuti pilkada, tidak selalu harus melalui verifikasi faktual sebanyak data yang disetorkan ke KPU. Cara demikian adalah cara kuno, yang akan menghitung satu persatu pendukung pasangan calon. Zaman ketika tidak ada ilmu pengetahuan dan teknologi seperti sekarang ini.
Ilmu Pengetahuan yang sering dipergunakan dalam pemilu du Indonesia dan dunia adalah survey hitung cepat /quick account yang beberapa pemilu selalu tepat hasilnya. Kenapa sistem survey ini tidak digunakan saja dalam verifikasi pilkada. Jelas dengan pendukung yang homogen akan lebih mudah  dan murah, hasilnya juga sekedar lolos atau tidak dalam pilkada, belum menyatakan menang atau kalah pilkada, dengan verifikasi konvensional yang dilakukan KPU, seperti menisbikan ilmu hukum yang sudah dilakukan pendukung melalui bukti surat dukungan dan fotokopi KTP yang disertakannya,   tinggal mencocokkan data dan tanda tangan dengan KTP pendukung.  Sehingga KPU  tinggal menghitung apakah hasil verifikasi ini sudah cukup menghasilkan keputusan lolos atau masih perlu verifikasi atas surat dukumgan yang diragukan kebenaeannya.
Bagaimana penggunaan teknologi dalam menunjang proses pilkada ini. Media sosial sudah banyak dan akrab dengan warga kota besar seperti  Jakarta dan kota kota lainnya di Indonesia.  Sebaiknya teknologi ini juga dimanfaatkan dalam proses dukungan pilkada. KPU  harus berinovasi bagaimana dukungan perseorangan tidak menjadi polemik masyarakat. Misalnya di KPU tersedia server yang bisa menampung massages pendukung calon yang sudah menyerahkan surat dukungan, sihingga memudahkan KPU memverifikasi dukungan dengan cross  cek data berkas dukungan yang diserahkan pasangan calon dengan data di Server KPU.  
Justru yang harus diuji adalah kursi parpol pada saat pemilu, apakah memiliki dukungan yang sama saat pilkada dilakukan. Kalau secara teoritis, misalnya gabungan parpol mencapai 50 % atau lebih kursi DPRD, logikanya calon yang diusung akan menang di pilkada. Apabila justru yang menang adalah calon independen, maka bisa disimpulkan deparpolisasi dalam kehidupan politik memang terjadi, seperti disuarakan sejumlah politisi.....!!!.
Demikian masukan untuk KPU agar ada efisiensi biaya, tenaga dan pikiran,




No comments:

Post a Comment