PENGAWASAN LEMBAGA
PERADILAN.
Judul diatas menurut saya sebenarnya tidak tepat,karena yang diawasi dalam tulisan ini bukan lembaganya,
tetapi perbuatan orang orang yang berkecimpung di lembaga itu. Karena orang
dilembaga peradilan bisa berarti aparat terkait, bisa juga para calo perkara yang berseliweran di pengadilan
tingkat pertama sampai peradilan tertinggi yaitu MA.
Persoalannya bagaimana cara mengawasi aparat yang bergerak
dan tidak bisa ditebak kemana mereka bersembunyi untuk mengamankan urusannya
itu. Negara memang sudah pada taraf darurat kekuasaan, seperti dinyatakan
politisi parpol besar di jakarta. Korupsi bukan hanya terjadi dilingkup
peradilan saja, dipemerintahan lainnya juga terjadi korupsi, seperti berbagai
proyek yang sedang dikerjakan, terutama proyek proyek besar seperti
infrastruktur yang juga melibatkan anggota DPR maupun eksekutip.
Salah satu cara yang tepat adalah dengan memperbanyak kantor
KPK didaerah daerah, tetapi dengan seleksi ketat seperti seleksi anggota KPK di jakarta, disamping itu, KPK
didaerah juga diawasi oleh pengawas KPK yang juga memiliki hak penyadapan
terhadap anggota KPK. Jadi kalau KPK menyadap para koruptor, maka pengawas KPK
menyadap anggota KPK.
Bersamaan dengan langkah pembukaan kantor KPK di daerah,
presiden juga bisa menugasi intelijen negara untuk melakukan penangkapan koruptor bersama dengan KPK. Jadi KPK
bertindak bersama dengan intelijen negara, jika sumber informasi dari badan
intelijen negara.karena korupsi sudah mulai menggoyahkan sendi sendi negara.
Selanjutnya vonis pengadilan tidak lagi menjadi wewenang
hakim, tetapi wewenang rakyat melalui pengaturan vonis secara tekhnis yang
diatur dalam undang undang (saran widi/kicauan widi :hukuman yang adil). Hakim
hanya mengikuti rumus undang undang saja.
Remisi sebaiknya juga dihapuskan karena ditengarai akan
menjadi sumber potensi korupsi juga, baik terhadap mereka yang berkantong
gemuk, seperti bandar bandar narkoba yang sudah dihukum mati tetapi tidak mati
mati. Maupun konco konco penguasa dengan memanfaatkan celah remisi ini, kita
ingat kasus hakim agung kartasasmita yang melibatkan anak mantan petinggi
negara, baru dihukum tidak lama kemudian, langsung mendapat remisi.
Selanjutnya PPATK memberitakan transaksi transaksi
mencurigakan dalam media, dan memberikan kesempatan kepada orang yang diduga
melakukan transaksi tsb untuk membuktikan sebaliknya. perlu pembatasan harta aparatur negara, dari eselon terendah sampai menteri, dan selebihnya harus ada pembuktian terbalik. jika maksimum harta seseorang pejabat eselon i misalnya 10 milyard,maka kelebihannya harus bisa dibuktikan secara terbalik.
Selain itu BPN juga perlu mengumumkan pemilikan sertipikat
tanah yang melampaui batas. BPN selama ini hanya mengejar pensertipikatan
tanah, kebanyakan tanpa melalui siklus agraria yang benar, sehingga
baru terungkap jika pemilik ketahuan korupsinya. Rambu rambu kepemilikan tanah
pertanian maupun bangunan sudah ada, tidak mungkin seorang Petinggi memiliki
puluhan sertipikat tanah jika siklus agraria diterapkan dengan baik . kasus
Joko Susilo, Waryono Karyo dsb menunjukkan hal itu. Sertipikat tanah ibarat baju
dan pakaian, sedang nyawa agraria terletak di pengaturan dan penguasaan tanah
itu. BPN harus bisa menjaga harmoni kepemilikan tanah di Indonesia.
Satu hal lagi yaitu instansi pajak kementerian keuangan.
Orang orang yang membayar pajak, belum tentu membayar pajak secara benar.
Kadang dan sudah menjadi rahasia umum, adanya pembukuan ganda sesuai dengan
peruntukan pembukan ybs, apakah untuk pajak,atau untuk perusahaan.
Dengan demikian maka, kerjasama antar instansi yang saya
sebutkan tadi paling tidak, bisa mengurangi kejahatan korupsi yang meruyak
dinegeri ini. Judulnya peradilan tetapi pembahasannya lebih dari sekedar itu,
harap maklum. Terima kasih.
No comments:
Post a Comment