KERJA BESAR BPN.
Selama ini yang kelihatan menonjol dari instansi Badan
Pertanahan Nasional adalah program pensertipikatan massal, dalam
jumlah/kwantitas yang cukup besar, seperti kegiatan ajudikasi sekitar 15-20
tahun yang lalu dengan dukungan Bank Dunia. Kemudian diikuti kegiatan ajudikasi
secara swadaya masyarakat sebagai hasil kelanjutan ajudikasi biaya bank Dunia.
Selain itu, program yang sudah lama berjalan sejak orde baru yaitu prona,
maupun proyek proyek seperti transmigrasi, pencetakan sawah, perkebunan inti
rakyat dsb. kegiatan ini baru sebatas kwantitas, belum sampai kwalitas produk,
yaitu proses pensertipikatan tanah sesuai siklus agraria.
Sertipikat tanah adalah produk akhir dari siklus agraria itu,
sehingga kepemilikan tanah yang sedah bersertipikat, benar benar kepemilikan
yang tidak melanggar aturan, terutama kepemilikan tanah yang melampaui batas maupun absentee.
Substansi kegiatan BPN yang terutama menurut hemat saya sebenarnya
mengendalikan kepemilikan dan penguasaan tanah, agar tidak terkonsentrasi pada
sebagian kecil orang maupun badan hukum. Sehingga ada pemerataan kepemilikan
dan penguasaan tanah, terutama bagi para petani, maupun masyarakat bawah. Pekerjaan
inilah yang belum kelihatan dari BPN. Kalau
masyarakat sudah saya anggap antusias mengurus sertipikat tanah, apalagi
masyarakat perkotaan, maka sudah saatnya BPN melakukan gebrakan dengan menata
kembali kepemilikan dan penguasaan tanah diseluruh Indonesia. Batas maksimum maupun
tanah absentee tanah pertanian perlu segera ditegakkan, untuk kemudian hasilnya
diredistribusikan kepada para petani yang tidak memiliki tanah.
Demikian pula tanah tanah bangunan yang sepertinya belum ada
aturannya, kalaupun sudah ada aturannya tetapi tidak ada penegakannya melalui
siklus agraria itu. Sehingga banyak yang menanam investasi pada tanah tanah
bangunan. Tidak heran kalau ada orang yang memiliki tanah sampai ratusan bidang. Sungguh Indonesia memang menjadi surga
mereka yang berduwit, karena kebebasan memiliki tanah/rumah, akibat penegakan hukumnya yang masih lemah. Kita bisa melihat
secara kasat mata, seperti apartemen yang tidak berpenghuni, banyak yang masih
kosong,tetapi sudah ada pemiliknya. Banyak toko/ruko yang tidak dimiliki
sendiri, tetapi mereka menyewa. Jadi pemerataan kepemilikan tanah masih perlu
mendapat perhatian BPN. Sepertinya kepemilikan tanah dilepas oleh pemerintah,
tanpa pengendalian yang tegas. Hal ini menimbulkan kesenjangan dimasyarakat. Oleh
karena itu menurut hemat saya:
1. Perlu adanya sistem informasi
pertanahan secara nasional, yang memuat data informasi kepemilikan dan
penguasaan tanah diseluruh Indonesia secara on line, sehingga bisa diakses oleh
masyarakat luas, maupun pemerintah daerah,
sebagai acuan informasi masyarakat maupun perencanaan pembangunan. Disistem informasi
ini, kepemilikan tanah seseorang dapat dilihat dimanapun dia memiliki tanah di
Indonesia.misalnya saya memiliki ruko 200 bidang akan kelihatan.
2. Perlu melakukan program landreform
secara nasional dengan dukungan politik pemerintah.
Kalau tidak dilakukan program ini akan semakin menjauhkan pemerataan
kepemilikan dan penguasaan tanah nasional. Program landreform selama ini
dilakukan secara parsial, didaerah, seperti di Batang tempo hari.
3. Program sertipikat massal melalui
kegiatan ajudikasi perlu diperbanyak,
namun dilakukan secara swadaya, terutama didaerah yang memiliki income perkaipta
yang sudah tinggi. Sedang daerah tertinggal bisa melalui program yang dibiayai
oleh pemerintah. Saya heran mengapa keberhasilan program ajudikasi tidak
dilanjutkan pemerintah. Ada pameo yang mengatakan, bisa diperlambat, kenapa
dipercepat.
4. Sosialisasi peraturan pertanahan,
hendaknya dilakukan secara nasional melalui media (televisi dsb), sehingga ada
pemahaman yang sama dan terus menerus dari masyarakat luas. Sosialisasi selama
ini, hanyalah bagaimana mengurus sertipikat tanah, bukan bagaimana resiko
memiliki tanah yang melampaui batas, resiko jika menelantarkan tanah, resiko
jika warisan tidak segera dibagi bagi dan disertipikatkan, resiko jika
digadaikan ke rentenir dsb.
5. Ada pengalaman menarik yang pernah saya
temui, sebidang tanah diurus sertipikatnya oleh seseorang kemudiam diukur dan
dipetakan petugas BPN pada peta dasarnya. Kemudian orang lain (yang ternyata lebih berhak) mengurus
tanah itu lagi, kemudian diukur petugas lain ,lalu dipetakan oleh petugas BPN
lain itu ditempat lainnya, sehingga seperti tidak tumpang tindih. Padahal tanahnya
satu itu juga. Maka perlu pembinaan mental kepada para petugas lapangan,
seperti rotasi yang terus menerus, untuk menghindari raja raja kecil, maupun
penyalahgunaan wewenang, termasuk kemungkinan munculnya mafia tanah di instansi
pertanahan.
Demikian tulisan singkat, semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment