Thursday, August 11, 2016

KERJA BESAR BPN..



KERJA BESAR BPN.
Hasil gambar untuk redistribusi tanah

Selama ini yang kelihatan menonjol dari instansi Badan Pertanahan Nasional adalah program pensertipikatan massal, dalam jumlah/kwantitas yang cukup besar, seperti kegiatan ajudikasi sekitar 15-20 tahun yang lalu dengan dukungan Bank Dunia. Kemudian diikuti kegiatan ajudikasi secara swadaya masyarakat sebagai hasil kelanjutan ajudikasi biaya bank Dunia. Selain itu, program yang sudah lama berjalan sejak orde baru yaitu prona, maupun proyek proyek seperti transmigrasi, pencetakan sawah, perkebunan inti rakyat dsb. kegiatan ini baru sebatas kwantitas, belum sampai kwalitas produk, yaitu proses pensertipikatan tanah sesuai siklus agraria.
Sertipikat tanah adalah produk akhir dari siklus agraria itu, sehingga kepemilikan tanah yang sedah bersertipikat, benar benar kepemilikan yang tidak melanggar aturan, terutama kepemilikan tanah yang melampaui batas maupun absentee.
Substansi kegiatan BPN yang terutama menurut hemat saya sebenarnya mengendalikan kepemilikan dan penguasaan tanah, agar tidak terkonsentrasi pada sebagian kecil orang maupun badan hukum. Sehingga ada pemerataan kepemilikan dan penguasaan tanah, terutama bagi para petani, maupun masyarakat bawah. Pekerjaan inilah yang belum kelihatan dari BPN.  Kalau masyarakat sudah saya anggap antusias mengurus sertipikat tanah, apalagi masyarakat perkotaan, maka sudah saatnya BPN melakukan gebrakan dengan menata kembali kepemilikan dan penguasaan tanah diseluruh Indonesia. Batas maksimum maupun tanah absentee tanah pertanian perlu segera ditegakkan, untuk kemudian hasilnya diredistribusikan kepada para petani yang tidak memiliki tanah.
Demikian pula tanah tanah bangunan yang sepertinya belum ada aturannya, kalaupun sudah ada aturannya tetapi tidak ada penegakannya melalui siklus agraria itu. Sehingga banyak yang menanam investasi pada tanah tanah bangunan. Tidak heran kalau ada orang yang memiliki tanah sampai ratusan bidang.  Sungguh Indonesia memang menjadi surga mereka yang berduwit, karena kebebasan memiliki tanah/rumah, akibat penegakan hukumnya yang masih lemah. Kita bisa melihat secara kasat mata, seperti apartemen yang tidak berpenghuni, banyak yang masih kosong,tetapi sudah ada pemiliknya. Banyak toko/ruko yang tidak dimiliki sendiri, tetapi mereka menyewa. Jadi pemerataan kepemilikan tanah masih perlu mendapat perhatian BPN. Sepertinya kepemilikan tanah dilepas oleh pemerintah, tanpa pengendalian yang tegas. Hal ini menimbulkan kesenjangan dimasyarakat. Oleh karena itu menurut hemat saya:
1.  Perlu adanya sistem informasi pertanahan secara nasional, yang memuat data informasi kepemilikan dan penguasaan tanah diseluruh Indonesia secara on line, sehingga bisa diakses oleh masyarakat luas,  maupun pemerintah daerah, sebagai acuan informasi masyarakat maupun perencanaan pembangunan. Disistem informasi ini, kepemilikan tanah seseorang dapat dilihat dimanapun dia memiliki tanah di Indonesia.misalnya saya memiliki ruko 200 bidang akan kelihatan.
2.  Perlu melakukan program landreform secara nasional  dengan dukungan politik pemerintah. Kalau tidak dilakukan program ini akan semakin menjauhkan pemerataan kepemilikan dan penguasaan tanah nasional. Program landreform selama ini dilakukan secara parsial, didaerah, seperti di Batang tempo hari.
3.  Program sertipikat massal melalui kegiatan ajudikasi perlu  diperbanyak, namun dilakukan secara swadaya, terutama didaerah yang memiliki income perkaipta yang sudah tinggi. Sedang daerah tertinggal bisa melalui program yang dibiayai oleh pemerintah. Saya heran mengapa keberhasilan program ajudikasi tidak dilanjutkan pemerintah. Ada pameo yang mengatakan, bisa diperlambat, kenapa dipercepat.
4.  Sosialisasi peraturan pertanahan, hendaknya dilakukan secara nasional melalui media (televisi dsb), sehingga ada pemahaman yang sama dan terus menerus dari masyarakat luas. Sosialisasi selama ini, hanyalah bagaimana mengurus sertipikat tanah, bukan bagaimana resiko memiliki tanah yang melampaui batas, resiko jika menelantarkan tanah, resiko jika warisan tidak segera dibagi bagi dan disertipikatkan, resiko jika digadaikan ke rentenir dsb.
5.  Ada pengalaman menarik yang pernah saya temui, sebidang tanah diurus sertipikatnya oleh seseorang kemudiam diukur dan dipetakan petugas BPN pada peta dasarnya. Kemudian  orang lain (yang ternyata lebih berhak) mengurus tanah itu lagi, kemudian diukur petugas lain ,lalu dipetakan oleh petugas BPN lain itu ditempat lainnya, sehingga seperti tidak tumpang tindih. Padahal tanahnya satu itu juga. Maka perlu pembinaan mental kepada para petugas lapangan, seperti rotasi yang terus menerus, untuk menghindari raja raja kecil, maupun penyalahgunaan wewenang, termasuk kemungkinan munculnya  mafia tanah di instansi pertanahan.

Demikian tulisan singkat, semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment